Sukses

Tak Lagi Gaji Karyawan, Nasib PT INTI Bakal Seperti Merpati?

PT INTI juga memiliki sejumlah utang yang harus dibayarkan, dengan nilai kurang lebih Rp 1,32 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI) membenarkan kabar gagalnya perusahaan dalam membayarkan hak karyawan berupa gaji dan tunjangan. Hal itu sudah dimulai sejak Mei 2019.

Laporan keuangan perusahaan tercatat minus. PT INTI juga memiliki sejumlah utang yang harus dibayarkan, dengan nilai kurang lebih Rp 1,32 triliun.

Kondisi yang serupa pernah dialami oleh BUMN penerbangan Merpati Air. Utang Merpati, hingga 2017, mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Kendati, disebutkan Merpati Air akan terbang kembali didukung 10 BUMN meskipun kabar terbarunya belum terdengar sampai sekarang.

Dengan keadaan yang hampir sama, akankah PT INTI mengalami 'mati suri' seperti Merpati Air?

"Bisa saja. Merpati juga kan banyak sekarang maskapai swasta (pesaingnya). Sekarang, Garuda Indonesia ambil rute perintis," ujar Direktur Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).

Dengan persaingan yang makin ketat, perusahaan harus mengubah arah bisnis agar bisa bertahan. Pemerintah juga sah-sah saja sebenarnya jika ingin memberikan bantuan berupa suntikan dana.

"Tapi kalau sudah nggak relevan, lebih baik dipertimbangkan kembali. Apakah sesuai dengan core businessnya," lanjutnya.

Tak cuma PT INTI dan Merpati Air, ternyata banyak BUMN yang juga sedang mengalami nasib yang sama. Kebanyakan dari mereka adalah BUMN kecil.

"Ada puluhan BUMN yang mengalami hal yg sama. Bahkan ada beberapa BUMN yang bayar gaji bulan depan saja sudah bingung darimana. Itu yang terjadi. Jadi PT INTI ini adalah satu dari sekian," jelas Achmad.

2 dari 2 halaman

Dirut: Masalah Keuangan PT INTI Sudah Sejak 2014

Direktur Utama PT INTI (Persero) Otong Iip mengungkapkan perusahaannya sudah bermasalah sejak 2014. Otong Iip sendiri ditunjuk menjadi orang nomor satu di PT INTI baru Oktober 2019.

Diungkapkannya, adapun yang melatar belakangi kondisi tersebut adalah Cash Flow Operation (CFO) dan Ekuitas Perusahaan yang berada di posisi negatif. Kondisi tekanan keuangan yang cukup berat ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir, terhitung sejak 2014 hingga 2019, dimana Laba Ditahan pada Neraca Perusahaan sudah negatif.

 

"Salah satu penyebabnya dikarenakan proyek-proyek masa lalu yang dikerjakan oleh Perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Hal ini terus berlanjut hingga perusahaan memiliki utang non produktif mencapai 90 persen," ucap dia, Kamis (10/9/2020).

Pada akhir tahun 2019, ditegaskannya, manajemen baru mulai melakukan program transformasi pada lingkup bisnis, keuangan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan proses bisnis serta tatakelola perusahaan sekaligus melakukan Restrukturisasi Utang dan Optimalisasi Aset.

Hal ini didukung dengan masuknya PT INTI ke dalam cluster Industri Telekomunikasi sehingga perusahaan memiliki arah dan fokus bisnis yang lebih jelas dengan lebih memfokuskan pelanggan Telkom Group.

"Performansi Perusahaan pada Januari hingga Agustus 2020 berada dalam kondisi yang mulai membaik," klaim dia.

Hal ini ditunjukkan dengan posisi pertumbuhan pendapatan, EBITDA dan Net Income tumbuh secara signifikan, meskipun secara Cash Flow Operation (CFO) masih negatif karena menanggung utang masa lalu yang cukup besar.

Otong Iip mengakhiri, solusi yang tengah dijalankan manajemen saat ini dalam upaya penyehatan Perusahaan dilakukan melalui transformasi bisnis dengan memperbesar pola Business to Business (B2B) dengan Telkom Group, transformasi keuangan dengan melakukan restrukturisasi atas utang PT INTI (Persero) dan perolehan dana talangan dari berbagai sumber dengan tetap berpedoman pada kaidah tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).