Sukses

PNS Wajib Netral di Pilkada 2020

Pilkada serentak di akhir 2020 dapat membuka celah bagi tindak pelanggaran netralitas PNS

Liputan6.com, Jakarta - Pilkada serentak di akhir 2020 dapat membuka celah bagi tindak pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) atau PNS.

Untuk mengantisipasi serta menekan kejadian pelanggaran netralitas tersebut, pemerintah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) mengenai Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020.

Penandatanganan SKB dilakukan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo bersama dengan Menteri Dalam Negeri M Tito Karnavian, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan secara terpisah di kantor masing-masing.

"Penerbitan SKB ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi ASN di seluruh Indonesia untuk tetap dapat menjaga netralitasnya dan tidak terlibat dalam politik praktis dimasa pilkada serentak," tegas Menteri Tjahjo dalam acara Penandatanganan SKB Netralitas di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Kamis (10/9/2020).

Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 5/2014 tentang ASN, netralitas dimaksudkan bahwa PNS tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Dengan demikian, meski hak suara sebagai pemilih tidak dicabut, tetapi perlu diatur agar PNS tidak melanggar asas netralitas dalam kontestasi pemilihan kepala daerah.

Menteri Tjahjo melanjutkan, berbagai pengaturan yang tercantum dalam SKB ini bertujuan untuk mendorong sinergisitas serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari instansi pusat dan daerah dalam mengawasi ASN selama pesta demokrasi berlangsung.

"Selain itu, SKB ini juga ditujukan untuk menjadi pedoman dalam mewujudkan kepastian hukum terhadap penanganan pengaduan netralitas ASN," lanjutnya.

Menurut dia, dari seluruh rangkaian Pilkada, terdapat empat tahap yang berpotensi terjadi pelanggaran netralitas. Seperti dari sebelum pelaksanaan tahapan pilkada, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah, tahap setelah penetapan calon kepala daerah, serta tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih.

Diharapkan Menteri Tjahjo, penerbitan SKB ini dapat mengoptimalkan penanganan keterlibatan PNS dalam politik praktis yang memiliki potensi tinggi untuk terjadi.

"Implementasi SKB ini meminimalisir dampak ketidaknetralan ASN, dan ASN dapat fokus untuk menjalankan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa Indonesia," ujar dia.

2 dari 2 halaman

Ada di Zona Merah, 75 Persen PNS Dianjurkan Kerja dari Rumah

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah mengeluarkan surat edaran bernomor 67 Tahun 2020 tertanggal 4 September 2020. Surat edaran ini berisi tentang sistem kerja pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS dalam tatanan normal baru.

Sekretaris Kementerian PANRB, Dwi Wahyu Atmadji mengatakan kebijakan tersebut telah diterapkan di lingkungan PNS sejak surat edaran tersebut dibagikan.

"Sudah langsung diterapkan," kata Dwi saat dihubungi Merdeka.com, Jakarta, Rabu (9/9).

Dalam surat tersebut mengatur jumlah kehadiran ASN yang bekerja di kantor berdasarkan wilayah zona risiko. Wilayah zona merah maksimal hanya mempekerjakan pegawai 25 persen. Sedangkan 75 persen lainnya bekerja dari rumah (work from home/wfh).

Wilayah zona oranye mempekerjakan PNS50 persen di kantor dan 50 persen di rumah. Sedangkan wilayah zona hijau mempekerjakan ASN maksimal 100 persen di kantor.

Sistem kerja ini kata Dwi bukan hal baru bagi para PNS. Sebab, di awal pandemi Covid-19, para PNS sudah menerapkan sistem kerja demikian. Terkecuali untuk beberapa sektor yang tetap diperbolehkan berdasarkan kebijakan Kementerian Kesehatan.

"Prinsipnya WFH dan WFO sudah kita berlakukan, pada awalnya malah 100 persen WFH bagi wilayah-wilayah yang menerapkan kebijakan PSBB," tutur Dwi.

Video Terkini