Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 59,8 persen Usaha Mikro Kecil (UMK) dan 49,4 persen Usaha Menengah Besar (UMB) masih tetap beroperasi normal di tengah pandemik.
“Namun, 84 persen UMK dan 82 persen UMB cenderung mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi terjadi,” papar Kepala BPS Suhariyanto dalam video konferensi, Selasa (15/8/2020).
Melansir dari laporan Analisis Hasil Survei Dampak Covid-19 Terhadap Pelaku Usaha, 3 sektor usaha yang paling mengalami penurunan pendapatan menurut lapangan usaha adalah akomodasi dan makan minum sebesar 92,47 persen. Kemudian jasa lainnya 90,90 persen, lalu transportasi dan pergudangan sebesar 90,34 persen.
Advertisement
Sementara 3 sektor usaha yang paling sedikit terimbas adalah real estate sebesar 59,15 persen, listrik dan gas 67,85 persen, kemudian air dan pengelolaan sampah 68,00 persen.
“Persentase perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan pada sektor usaha yang lain berkisar antara 70,67 persen sampai 87,93 persen,” tulis laporan tersebut.
Dari daerahnya, penurunan pendapatan paling banyak terjadi di Provinsi Bali sebesar 92,18 persen. Kemudian DI Yogyakarta 86,69 persen, Banten 86,91 persen, dan DKI Jakarta 86,55 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pasar Dalam Negeri Masih Potensial, UMKM Tinggal Optimalkan Sederet Peluang
Peneliti sekaligus Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani mendorong UMKM untuk lebih mengoptimalkan peluang di pasar domestik. Sebab pasar domestik dinilai masih seksi untuk menyerap produk lokal karya anak bangsa.
"Kalau kita lihat peluang di pasar domestik itu sangat besar untuk menyerap produk lokal kita. Maka, UMKM kita perlu diarahkan ke pasar domestik," ujar dia dalam webinar yang digagas oleh Bappenas, Selasa (8/9).
Aviliani menyebut perkembangan gaya hidup digital menjadi bukti besarnya peluang yang belum dimanfaatkan oleh UMKM. Tercatat, akses teknologi informasi dan komunikasi sudah menjangkau lebih dari 90 persen populasi masyarakat Indonesia.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) jumlah UMKM yang sudah memanfaatkan layanan digitalisasi baru mencapai 13 persen. "Artinya ini masih jauh, jumlah UMKM yang memanfaatkan digitalisasi untuk memperluas cakupan bisnis di dalam negeri," ujarnya.
Terlebih, sambung Aviliani, pada tahun 2030 nanti pemerintah melalui Kemenko Perekonomian memproyeksikan ada 135 juta penduduk Indonesia akan memiliki penghasilan bersih diatas USD 43.600 sebagai konsumen. Imbasnya tingkat konsumsi masyarakat diyakini akan terus melonjak hingga berkali lipat.
Kemudian, pada tahun yang sama pemerintah juga memprediksi jumlah usia penduduk produktif mencapai 60 persen, 27 persen diantaranya adalah penduduk muda dengan rentang usia 16-30 tahun. "Creative class ini akan juga melahirkan permintaan tinggi akan produk kreatif. Terutama produk yang berbasis media dan ICT (content industry)," tegasnya.
Untuk itu, pemerintah baik pusat ataupun daerah didorong perlu memberikan dana alokasi khusus bagi pelatihan pengembangan strategi bisnis UMKM di dalam negeri. Dengan menekankan pemanfaatan digitalisasi dan standarisasi produk berkualitas ekspor.
"Sehingga UMKM domestik mampu berdaya saing. Karena kualitas produk dalam negeri bisa terjamin" pungkasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement