Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Listrik (PLTS) Atap bagi pelanggan rumah tangga PLN bersubsidi. Sehingga penggunaan listrik bersubsidi berkurang dan mengurangi beban subsidi.
"Kita coba sisihkan atau meniadakan peruntukannya dari subsidi dengan PLTS Atap, sehingga penggunaan listriknya bisa berkurang dan mengurangi beban subsidi," kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian ESDM, Harris dalam Virtual Press Conference GNSSA 2.0: Siap Beratap Panel Surya, Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Harris menjelaskan rencana program ini masih dalam tahapan konsep yang sedang dibahas. Program ini nantinya akan diterapkan bagi pelanggan PLN rumah 450 VA dan sebagian pelanggan 900 VA kategori rumah tangga yang mendapat subsidi dari pemerintah.
Advertisement
"Pelanggan 450 VA ini kan ada 24 juta dan 900 VA ada sekitar 2-3 juta jumlahnya," kata Harris.
Terkait implementasi program ini, Harris menyebut belum mengetahui waktu pelaksanaannya. Sebab masih dibahas dalam tataran konsep yang sedang dalam proses pembahasan.
"Ini baru konsep jadi memang ini masih jauh dari kapan implementasinya," kata dia.
Meski begitu program ini menargetkan dalam satu tahun bisa mengembangkan 1 GW per tahun. Lalu, dikerjakan dengan menggunakan dana subsidi listrik pemerintah.
Dana ini nantinya akan digunakan untuk pengadaan alat PLTS Atap yang dipasang di rumah masing-masing pelanggan PLN. Namun, secara kepemilikan alat tetap menjadi milik PLN.
Harris menyadari penggunaan dana subsidi untuk membiayai program ini tidak sederhana. Sebab pihaknya perlu meminta restu dari anggota dewan di parlemen. Sehingga implementasinya tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Untuk mengalihkan subsidi ini bukan perkara mudah karena ini harus dibahas dengan parlemen. Jadi ini masih jauh," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Listrik Energi Surya Ternyata Lebih Murah dari Batu Bara
Kementerian ESDM saat ini tengah gencar mengembangkan energi surya atau matahari melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) guna mendorong pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen 2025 mendatang.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris menyatakan, selain ramah lingkungan, ternyata energi surya memiliki biaya operasional yang lebih murah bahkan dari sumber energi fosil yang diklaim termurah, batu bara.
"Sekitar 10 tahun terjadi perubahan drastis dari yang dulu kita katakan PLTS mahal, sekarang mungkin paling murah di dunia, sudah mencapai USD 1,35 sen/kWh. Dibandingkan energi fosil, batubara yang nggak dikenai biaya karbon saja harganya masih lebih mahal dari PLTS," jelas Harris dalam tayangan virtual, Rabu (16/9/2020).
Harris bilang, saat ini tren pemanfaatan energi surya dan angin sedang dikembangkan di berbagai negara.
Dengan dioptimalkannya potensi tenaga surya, tidak hanya membantu mendorong pemerintah mencapai target bauran energi, tapi juga menurunkan kadar emisi gas rumah kaca secara nasional sebesae 29 persen di tahun 2030.
"Saat ini posisi kita untuk EBT baru 9,15 persen dari target 23 persen tahun 2025, jadi masih ada gap yang cukup besar yang harus kita kejar dan salah satu yang diharapkan yaitu dari energi surya," kata Harris.
Mengutip pemberitaan Liputan6.com, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sempat membeberkan potensi EBT Indonesia mencapai 417,8 giga watt (GW).
Potensi ini terdiri dari energi samudera, panas bumi, bioenergi, bayu (udara), hidro (air) dan surya (matahari). Energi surya sendiri punya potensi paling besar yakni 207,8 GW, namun baru dimanfaatkan 150,2 MWp (Mega Watt peak) atau 0,07 persennya saja.
Advertisement