Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun ketiga Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) telah terpasang 1.700 atap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Tidak kurang dari 7.500 kW telah terpasang di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Andhika Prastawa mengaku pertumbuhan pengguna listrik tenaga surya sudah lebih baik dibandingkan saat pertama kali dikampanyekan. Pada tahun 2017, tercatat baru hanya ada 600 kw.
"Pada tahun 2017 ketika GNSSA dibentuk, kapasitas PLTS atap yang terdaftar pada PLN baru sekitar 600 kW. Tahun ini, kapasitasnya telah naik menjadi 7500 kW," kata Andhika dalam Virtual Press Conference GNSSA 2.0: Siap Beratap Panel Surya, Jakarta, Rabu (16/9).
Advertisement
Harus diakui Andhika, pemanfaatan listrik tenaga matahari ini perlu ditingkatkan kembali. Kolaborasi pun menjadi kunci dalam mencapai target satu juta atap menggunakan tenaga surya untuk kebutuhan konsumsi listrik. "Sangat dibutuhkan kolaborasi yang lebih intensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, PLN, investor, pelaku bisnis," kata Andhika.
Sehingga, lanjut Andhika, tingkat pemanfaatan teknologi listrik surya dapat tumbuh. Seiring dengan ketetapan capaian bauran energi terbarukan dalam Kebijakan Energi Nasional sebesar 23 persen pada 2025.
Dia menambahkan energi surya di Indonesia masih dapat dimaksimalkan potensinya. Energi surya memiliki potensi paling besar dibandingkan energi baru dan terbarukan lainnya yakni lebih dari 207,8 GWp. Namun kapasitas terpasang per tahun 2018 masih 90 MWp.
Selain lewat inisiatif seperti GNSSA, pemerintah memaksimalkan potensi energi surya dengan mendorong investasi di sektor EBT. Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris Yahya mengatakan saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong investasi EBT.
"Kami tengah melakukan berbagai upaya untuk mendorong investasi EBT termasuk dalam lini energi surya," kata Harris.
Adapun upaya yang ditempuh dengan menciptakan pasar, perbaikan tata kelola pengembangan EBT, pengadaan PLT EBT berskala masif dan memberikan insentif dan kemudahan investasi. Pemerintah juga melakukan perbaikan regulasi agar penetrasi pemanfaatan listrik surya menjadi lebih tinggi. Sehingga dapat menjangkau 70 juta pelanggan listrik nasional.
"Kami berharap makin banyak pelaku bisnis yang menggunakan PLTS atap untuk penyediaan listrik," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
PLTS Atap Gerus Pendapatan PLN?
Sebelumnya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris mengatakan, penggunaan listrik dari tenaga surya atap tidak akan menggerus pasar PLN. Sebab kehadiran Pembangkit Listrik tenaga Surya (PLTS) Atap tidak akan mengganggu bisnis listrik PLN yang berasal dari fosil.
"Kekhawatiran PLTS atap ini menggerus pasar PLN itu tidak perlu," kata Harris dalam Virtual Press Conference GNSSA 2.0: Siap Beratap Panel Surya, Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Terkait hal tersebut, pihaknya pernah melakukan simulasi perhitungan penggunaan PLTS atap. Menggunakan asumsi dengan penetrasi tertentu ternyata tidak akan memengaruhi bisnis listrik yang dikelola negara.
"Dulu kita pernah hitung-hitung dengan asumsi, dengan penetrasinya sekian akan pengaruhi revenue itu hanya 1 persen," kata Harris.
Dari implementasi yang ditargetkan 1 juta atap rumah, nyatanya baru ada 2.346 pelanggan. Dari jumlah tersebut pun kapasitas yang digunakan hanya 11,5 megawatt. Sehingga PLN tidak perlu khawatir pasarnya akan tergerus oleh kehadiran PLTS atap.
"Dan itu tidak perlu dikhawatirkan," kata Harris.
Sisi lain ini menjadi bahan evaluasi dan koreksi akan regulasi yang dimiliki saat ini. Termasuk aturan penyaluran listrik hasil PLTS atap sebanyak 65 persen.
Advertisement