Sukses

Pemerintah Sudah Siap Jika Ada Bank Sakit di Tengah Pandemi Covid-19

Indonesia memiliki rekam jejak cukup baik dalam resolusi bank gagal ketika melewati krisis ekonomi tahun 1998 serta 2008.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menyiapkan kebijakan pencegahan dan penanganan krisis di sektor keuangan terutama bank sakit akibat pandemi Covid-19. mekanisme penanganan tersebut berada di tangan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2020 yang memberi kewenangan tambahan pada LPS untuk penempatan dana di bank. Tujuannya agar menjaga kesehatan bank.

"Semua negara membutuhkan mekanisme untuk menjaga stabilitas. Disaat yang sama kita juga mempersiapkan untuk setiap sitausi yang mendakak dan mengaharuskan kita untuk menghadapi isu penanganan bank gagal atau resolusi bank," kata Sri Mulyani dalam webinar LPS, Rabu (16/9/2020).

Dia mengatakan, Indonesia memiliki rekam jejak cukup baik dalam resolusi bank gagal ketika melewati krisis ekonomi tahun 1998 serta 2008. Oleh karena itu, Pemerintah tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama ditengah krisis ekonomi tahun ini.

"Indonesia berpengalaman di krisis 1998 dan 2008 kita harus menyadari bahwa sitausi 2020 berbeda dan ini kenapa beberpa kebijakan kita harus dilanjutkan untuk mengadopsi ini terhadap LPS," tambah Sri Mulyani.

Sebagai informasi saja, LPS sendiri memiliki 4 opsi metode resolusi bank non-sistemik. Metode tersebut adalah pengalihan sebagian atau seluruh aset pada bank penerima (Purchase and Assumption), pengalihan sebagian atau seluruh aset pada bank perantara (Bridge Bank), melakukan penyertaan modal sementara (Bail-out), dan likuidasi.

Sementara dalam PLPS Nomor 3 Tahun 2020, sebagai aturan turunan dari PP Nomor 33 Tahun 2020 LPS kini bisa melaukan penempatan dana bagi bank yang sakit. Dimana ini dilakukan untuk mengantisipasi gangguan yang lebih parah dalam suatu bank yang dapat mengganggu likuiditas dan sistem keuangan yang lebih luas.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

OJK dan LPS Perbarui Kerja Sama Penanganan Bank Sakit

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperbarui kesepakatan kerja sama untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pembaruan ini untuk memperlancar koordinasi guna menjaga stabilitas sistem keuangan keuangan, terutama permasalahan perbankan.

Kedua lembaga tersebut telah menandatangani kesepahaman pada pertengahan bulan Agustus lalu. MoU ini merupakan tindak lanjut atas UU Nomor 2/2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020, Peraturan Pemerintah Nomor 33/2020 dan Peraturan LPS Nomor 3/2020.

 

"Nota Kesepahaman baru antara OJK dan LPS telah ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah pada pertengahan Agustus 2020 lalu, di Jakarta," kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, dalam siaran persnya, Jakarta, Selasa (8/9).

Kesepahaman ini menjadi pedoman mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi OJK dan LPS. Antara lain dalam pertukaran data dan atau informasi, pemeriksaan bank, dan pelaksanaan penjaminan simpanan.

Lalu penanganan bank dengan status Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) maupun Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK). Termasuk penanganan bank yang tidak dapat disehatkan dan penempatan dana LPS pada bank selama pemulihan ekonomi akibat dari pandemi Covid-19.

Ruang lingkup kesepahaman OJK dan LPS ini juga dilakukan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan penjaminan simpanan dan pengawasan terhadap bank, tindak lanjut hasil pengawasan dan analisis bank, serta penanganan bank sistemik dan nonsistemik.

Lalu penanganan bank yang dicabut izin usahanya, penanganan bank yang membahayakan perekonomian dan pendirian bank perantara. Kemudian penanganan bank yang merupakan emiten atau perusahaan publik.

"Dengan berlakunya Nota Kesepahaman yang baru ini, maka Nota Kesepahaman OJK dan LPS yang lama dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," kata Anto mengakhiri.