Sukses

Pengamat: Jika Ingin Pecat Ahok, Jangan karena Bikin Gaduh

Beberapa pihak mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk memecat Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina.

Liputan6.com, Jakarta - Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau yang biasa disapa Ahok, mengkritisi kebijakan yang diambil direksi perseroan.

Ahok mengatakan, Pertamina memiliki kebiasaan meminjam utang untuk mengakuisisi kilang minyak di luar negeri. Padahal, menurutnya lebih baik Pertamina melakukan eksplorasi dalam negeri karena Indonesia masih punya potensi 12 cekungan yang menghasilkan minyak dan gas (migas).

Untuk itu, beberapa pihak mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk memecat Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina. Alasannya, Ahok menimbulkan kegaduhan dengan mengungkap aib Pertamina di depan publik.

“Kalau alasan pemecatan Ahok semata karena bikin gaduh dengan mengungkap aib Pertamina, alasan itu terlalu naif dan tidak mendasarkan pada kaidah manajemen profesional,” ujar Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/9/2020).

Menurutnya, pemecatan Ahok sebagai Komut Pertamina seharusnya didasarkan atas pencapaian Key Performance Indicator (KPI), bukan karena bikin gaduh.

“KPI itu, di antaranya, pemberantasan Mafia Migas, pembangunan Kilang, penurunan impor Migas. Kalau KPI ditetapkan itu tidak dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu, Ahok memang seharusnya dipecat sebagai Komut Pertamina,” sambung dia.

Fahmy menilai, tanpa dibuka oleh Ahok-pun, publik sesungguhnya sudah mengetahui kebobrokan Pertamina. Dimana pada semester I/2020 menderita kerugian sebesar Rp 11,13 triliun.

“Ahok barangkali tidak bermaksud membeberkan aib Pertamina, tetapi lebih untuk membuka tata kelola Pertamina agar lebih transparan. Ahok menyadari bahwa salah satu tugas sebagai Komut adalah membasmi Mafia Migas di Pertamina. Dengan tata kelola yang lebih transparan diyakini dapat memagari Mafia Migas dalam berburu rente di Pertamina,” kata dia.

Tak hanya membeberkan air Pertamina, Ahok juga mengusulkan agar Kementerian BUMN sebaiknya dibubarkan saja. Mengenai hal ini, Fahmy menilai Kementerian BUMN memang seharusnya dibubarkan.

Alasannya, fungsi Kementerian BUMN hanya sebatas koordinasi terhadap seluruh BUMN, sedangkan fungsi supervisi dilakukan oleh Kementerian teknis terkait. Adanya dua kementerian yang menaungi BUMN seringkali membingungkan bagi BUMN dalam pengambilan keputusan strategis.

“Selama ini peran Kementerian BUMN cenderung sebagai kepanjangan tangan kelompok kepentingan dan endorser dalam menempatkan Komisaris dan Direksi BUMN. Bahkan endorser itu lebih powerful ketimbang penilaian kinerja dalam pengangkatan Komisaris dan Direksi BUMN. Sebagai ganti Kementerian BUMN yang dibubarkan perlu dibentuk Super Holding, yang membawahi berbagai holding BUMN dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,” kata Fahmy.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Bikin Gaduh, DPR Minta Erick Thohir Copot Ahok dari Komut Pertamina

Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering disapa Ahok kembali menjadi perbincangan publik setelah dirinya melayangkan kritik keras terhadap manajemen perseroan yang dinilai tidak efisien dan janggal.

Temuan Ahok berderet mulai dari hobi direksi yang sering melobi menteri, adanya dugaan manipulasi gaji hingga kebiasaan berutang perseroan.

Kendati, Anggota Komisi VI DPR Fraksi Parta Gerindra Andre Rosiade mengusulkan agar Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dicopot dari jabatannya sebagai Komisaris Utama Pertamina. Alasannya, Ahok dinilai membuat gaduh dan kinerjanya biasa-biasa saja.

"Pak Presiden @jokowi yang saya hormati, setelah melihat kinerja & perilaku saudara @basuki_btp sebagai Komut @pertamina, saya usulkan ke pak @jokowi & pak Menteri @erickthohir untuk mencopot saudara BTP dari jabatannya karena menimbulkan kegaduhan dan kinerja yang bersangkutan juga biasa-biasa saja," demikian tulis Andre lewat akun Twitternya @andre_rosiade, dikutip Rabu (16/9/2020).

Menurut Andre, pernyataan Ahok hanya dilontarkan untuk mendapatkan panggung dan menunjukkan kinerjanya sebagai Komisaris Utama Pertamina, namun sayangnya, hal itu malah mendiskreditkan Pertamina secara umum.

"Statement-statement Pak Ahok ini membuat gaduh dan cenderung tanpa dasar. Saya paham Pak Ahok butuh panggung, tapi tolong jangan menimbulkan citra negatif untuk Pertamina. Jangan kebanyakan bacot, apalagi pak Ahok orang dalam Pertamina," ungkap politisi asal Sumatera Barat ini.

Andre menjelaskan, menurut datanya, untuk menambah produksi dan cadangan hulu migas saat ini Pertamina perlu melakukan akuisisi blok hulu migas yang sudah berproduksi, sehingga bisa langsung menambah cadangan dan produksi migas Pertamina.

"Akuisisi yang dilakukan oleh Pertamina didalam negeri dilakukan pada blok-blok yang sudah habis kontrak PSC-nya. Sedangkan akuisisi di luar negeri dilakukan pada blok-blok yang sudah berproduksi dan memiliki cadangan yang besar," jelasnya.

Selain itu, tudingan Ahok soal Pertamina yang tidak kunjung membangun kilang juga tidak benar dan diutarakan tanpa data. Di tahun 2019, Pertamina membangun beberapa kilang, seperti Kilang RDMP Balikpapan hingga Kilang Petrokimia TPPI.

"Ahok ini selalu teriak soal banyak maling di Pertamina. Saran saya, bila Pak Ahok memang punya bukti sebaiknya laporkan saja kepihak yang berwenang. Kan ada KPK, Kejaksaan dan juga kepolisian. Jangan tuduh sana-sini tapi sebenarnya tidak ada bukti," ujarnya.

"Untuk itu saya usul sebaiknya Presiden Jokowi dan Menteri BUMN copot saja Pak Ahok daripada terus membuat kegaduhan yang tidak perlu," tandasnya. 

3 dari 3 halaman

Viral, Ahok Bongkar Banyak Masalah di BUMN Pertamina dan Peruri

Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau yang biasa disapa Ahok mengkritisi kebijakan yang diambil direksi perseroan.

Ahok bilang, Pertamina memiliki kebiasaan meminjam utang untuk mengakuisisi kilang minyak di luar negeri. Padahal, menurutnya lebih baik Pertamina melakukan eksplorasi dalam negeri karena Indonesia masih punya potensi 12 cekungan yang menghasilkan minyak dan gas (migas).

Dirinya juga curiga kalau keputusan itu berkaitan dengan bagi-bagi komisi antar pihak.

"Sudah minjam duit USD 16 miliar, tiap kali otaknya minjam duit terus, saya sudah kesal. Minjam terus, akuisisi terus, kita masih punya 12 cekungan yang berpotensi minyak dan gas, ngapain di luar negeri? Jangan-jangan ada komisi," tandas Ahok, dikutip dari akun YouTube POIN, Rabu (16/9/2020).

Selain itu, Ahok bilang, pembangunan kilang minyak saat ini tidak efisien. Menurutnya, ada beberapa investor yang serius berinvestasi kilang minyak dengan Pertamina. Namun, kilang-kilang tersebut belum juga dibangun.

Oleh karenanya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini bakal mengadakan rapat membahas hal ini.

"Makanya nanti saya mau rapat penting soal kilang. Berapa investor yang sudah nawarin mau kerja sama didiemin? Sudah ditawarin kenapa ditolak? Kenapa kerja seperti ini?" katanya.

"Saya lagi mau audit (proyek kilang), cuma saya emosi juga kemarin. Mereka lagi mancing saya emosi, saya emosi laporin Presiden apa? Ahok mengganggu keharmonisan," imbuh Ahok.

Selain itu, dirinya juga memprotes Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) yang menawarkan proyek paperless di kantor Pertamina. 

"Saya lagi paksakan tanda tangan digital (di Pertamina), tapi Peruri minta Rp 500 miliar untuk proses peperless, itu BUMN juga. Itu sama saja dapat proyek Pertamina lalu tidak mau kerja lagi, tidur 10 tahun, mau jadi ular sanca, jadi ular piton," ungkap Ahok.