Sukses

Dahlan Iskan Jawab Ahok: Tak Mudah Ubah BUMN Jadi Seperti Temasek

Menurut Dahlan Iskan, Indonesia membutuhkan waktu lama untuk membentuk superholding seperti Tamasek.

Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang berpendapat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya bisa bertranformasi menjadi superholding seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia dengan Temasek. Salah satu pendapat tersebut berasal dari Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan pun ikut ambil suara dalam pendapat tersebut, Menurutnya, Indonesia membutuhkan waktu lama untuk membentuk superholding seperti Tamasek.

Dahlan mengatakan, selama ini setiap kali pembentukan holding disuarakan maka selalu muncul suara-suara penolakan dari segala sisi. Penolakan datang dari berbagai pihak terutama dari serikat buruh.

"Selama ini setiap kali dirancang pembentukan holding selalu saja ribut. Selalu terjadi penentangan yang keras dari masing-masing internal perusahaan. Terutama dari serikat buruhnya," ujar Dahlan, Jakarta, Kamis (17/9/2020).

Sulitnya pembentukan holding di BUMN selama ini antara lain, karena harus lewat persetujuan DPR. Setidaknya perlu proses politik yang sangat panjang dan DPR belum tentu setuju.

"Nah, siapa tahu pemerintah sekarang sudah sangat yakin bahwa DPR yang sekarang bukan masalah lagi. Awalnya saya termasuk yang setuju dengan pembentukan superholding secepatnya. Sekaligus sebagai tanda berakhirnya Kementerian BUMN," jelasnya.

Jika memaksakan membentuk holding BUMN maka pemerintah harus banyak mengubah undang-undang yang sudah ada saat ini. Salah satu contohnya adalah undang-undang perbankan.

"Tapi akhirnya saya tahu begitu banyak UU yang harus diubah. Terutama UU Perbankan. Apakah realistis memaksakannya? Tapi siapa tahu BTP memang bisa. Siapa tahu segera ada omnibus law untuk pembentukan superholding itu. Kalau itu benar-benar terjadi seperti di video BTP Presiden Jokowi pun dan BTP akan tercatat abadi dalam sejarah BUMN," paparnya.

Melihat banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk holding per sektor sejak jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Jokowi maka setidaknya butuh waktu 10 periode kepresidenan untuk membentuk BUMN mirip Tamasek.

"Kalau satu masa jabatan presiden bisa melahirkan dua holding, mungkin diperlukan 10 periode kepresidenan. Untuk bisa sampai ke terbentuknya superholding seperti Temasek. Itu pun kalau gelombang politik tidak berubah," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ahok Usul Kementerian BUMN Dibubarkan, Kenapa?

Sebelumnya, Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus Komisaris Utama PT Pertamina Persero Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disapa Ahok mengusulkan agar Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan superholding.

Hal ini dikarenakan menurutnya, tata kelola perusahaan plat merah ini tidak efisien dan buruk. Lebih baik, manajemen BUMN diserahkan ke kalangan profesional yang jauh dari kepentingan politik.

 

Ahok mencontohkan pembentukan Temasek yang digagas Pemerintah Singapura.

"Seharusnya Kementerian BUMN dibubarkan. Kita bangun seperti Temasek, jadi semacam Indonesia Incorporation," kata Ahok, dikutip dari kanal YouTube POIN, Rabu (16/9/2020).

Usul Ahok ini dilandasi dengan temuannya soal kebijakan Pertamina yang tidak efisien, mulai dari birokrasi, dugaan manipulasi gaji hingga soal utang.

Menurutnya, direksi Pertamina punya hobi lobi-lobi menteri. Pergantian direktur juga dilakukan tanpa pemberitahuan kepada dirinya sebagai Komisaris Utama.

"Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya, saya sempat marah-marah juga, jadi direksi-direksi semua mainnya lobinya ke menteri karena yang menentukan menteri. Komisaris juga rata-rata titipan kementerian-kementerian," kata Ahok.

Lalu, adanya dugaan manipulasi gaji, dimana pejabat yang sudah tidak bertugas di posisi yang bersangkutan masih menerima gaji yang nominalnya sama.

"Orang yang dicopot dari jabatan dirut anak perusahaan misalnya gajinya Rp 100 juta lebih, masa di copot tapi gaji masih sama, alasannya dia orang lama, harusnya kan gaji mengikuti jabatan Anda, tapi mereka bikin gaji pokok gede-gede semua," tandas Ahok.

Kemudian soal utang. Ahok menilai, Pertamina selalu ingin berutang untuk mengakuisisi kilang minyak luar negeri. Padahal, menurutnya lebih baik Pertamina melakukan eksplorasi dalam negeri karena Indonesia masih punya potensi 12 cekungan yang menghasilkan minyak dan gas (migas).

"Sudah minjam duit USD 16 miliar, tiap kali otaknya minjam duit terus, saya sudah kesal. Minjam terus, akuisisi terus, kita masih punya 12 cekungan yang berpotensi minyak dan gas, ngapain di luar negeri? Jangan-jangan ada komisi," ujar Ahok.