Sukses

Terpukul Akibat Corona, Pengembang Properti Minta Keringanan Pajak

Sektor properti dinilai mampu menjadi penggerak perekonomian nasional, termasuk di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menilai sektor properti mampu menjadi penggerak perekonomian nasional, termasuk di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

Karena itu, pemerintah perlu memberi perhatian lebih serius kepada sektor yang menyerap lebih dari 30 juta tenaga kerja tersebut.

"Peran strategis sektor real estate di antaranya meningkatkan pertumbuhan 174 industri terkait. Lalu, jumlah pekerja langsung dan tidak langsung yang diserap sektor real estat mencapai sekitar 30,34 juta orang," ujar dia dalam diskusi virtual bertajuk '75 Tahun Indonesia Merdeka, Properti Penggerak Perekonomian Nasional,' Kamis (17/9).

Namun, jelas dia, di tengah pandemi COVID-19 saat ini sejumlah sub sektor properti terpukul. Misalnya, rumah komersial turun berkisar 50 sampai 80 persen dan perkantoran turun 74,6 persen.

"Hanya segmen Rumah Subsidi yang masih bertahan saat masa pandemi Covid19. Konsumen masih antusias (terutama di daerah)," kata Totok.

Untuk itu, REI meminta pemerintah untuk memberikan berbagai stimulus guna membangkitkan sektor properti. Diantaranya penurunan tarif PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan sebesar 10 persen menjadi 5 persen selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12–18 bulan.

Lalu, penurunan tarif PPh Final Jual Beli Tanah dan Bangunan sebesar 2,5 persen menjadi 1 persen selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12-18 bulan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Penurunan Tarif PPN

Kemudian, penurunan tarif PPN sebesar 10 persen menjadi 5 persen selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12-18 bulan. Juga kelonggaran waktu pembayaran PPh Final Sewa dan Jual Beli Tanah dan Bangunan dan PPN selama masa pandemi atau sampai dengan 9-12 bulan dari batas maksimal pembayaran pajak.

"Selain itu, pembelian properti, baik perorangan maupun badan usaha yang sumber dananya belum tercatat dalam SPT dikenakan pajak sebesar 5 persen. Dan selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam SPT untuk pelaporan pajak tahun berikutnya," tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh pengamat properti Ali Tranghanda, menurutnya saat ini perlu adanya penyelamatan perusahaan pengembang dari kesulitan cash flow. Lalu, perlu ada 'paksaan' agar bank dapat menurunkan suku bunga KPR dan pinjaman.

"Perlu insentif pajak-pajak pembelian properti khususnya untuk investor karena mereka yang relatif siap daya beli. Selain itu, perlu relaksasi pembelian properti untuk konsumen," tukasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com