Sukses

Indonesia Punya Modal Kuat Jadi Hub Keuangan Syariah Dunia

Wimboh menyoroti peran keuangan syariah yang dianggapnya punya peran penting dalam masa pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, Indonesia punya modal kuat untuk jadi pusat keuangan syariah dunia.

Wimboh menyoroti peran keuangan syariah yang dianggapnya punya peran penting dalam masa pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

"Kita juga harus melalui berbagai upaya supaya ekonomi syariah kita bisa berkembang baik. Sehingga saya dalam menyampaikan bagaimana peran ekonomi syariah penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi," kata dia dalam sesi webinar, Kamis (17/9/2020).

Menurut dia, Indonesia memiliki basis yang kuat untuk pengembangan keuangan syariah. Salah satunya basis masyarakat muslim religius yang punya inisiatif luar biasa, sehingga bisa berikan produk-produk berbasis syariah.

"Mulai dari keuangan syariah, salah satu bentuk, dan juga berbagai produk mulai dari makanan halal, dan juga melalui pakaian, pariwisata, termasuk hotel dan sebagainya. Ini luar biasa kita punya potensi demand yang besar," tuturnya.

Bukti lainnya, Wimboh menyebutkan bahwa Indonesia telah menduduki peringkat pertama dalam pasar keuangan syariah global pada 2019 lalu.

Berdasarkan laporan dari Global Islamic Financial, Indonesia jadi negara dengan pasar keuangan syariah terkuat dengan skor 81,93.

"Prestasi ini selayaknya menumbuhkan optimisme untuk mewujudkan cita-cita kita sebagai hub keuangan syariah dunia," ujar Wimboh.

 

Tonton Video Ini

2 dari 2 halaman

Pembiayaan Perbankan Syariah Melambat karena Fokus Perbaiki Kualitas

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pembiayaan perbankan syariah sepanjang 2019 mencapai Rp 365,13 triliun. Angka tersebut tumbuh 10,89 persen (yoy) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia OJK menjelaskan, perlambatan terjadi akibat masih terfokusnya industri perbankan yang melakukan konsolidasi demi memperbaiki kualitas pembiayaan. Hal ini ditunjukkan dengan rasio non-performing financing (NPF) yang semakin membaik.

NPF Gross dan NPF Nett tercatat masing-masing sebesar 3,11 persen dan 1,89 persen. Naik dari tahun sebelumnya sebesar 2,85 persen dan 1,74 persen.

Perbaikan kualitas pembiayaan syariah ini berdampak pada melambatnya pertumbuhan pembiayaan konsumsi pada 2019 sebesar 12,46 persen (yoy) atau Rp 161,66 triliun. Sebab di tahun 2018 tumbuh sebesar 17,25 persen (yoy).

Sementara itu, pembiayaan pertumbuhan modal kerja pada 2019 mengalami peningkatan menjadi Rp 114,99 triliun atau 6 persen (yoy). Naik dari tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 5,55 (yoy) persen.

Begitu juga pembiayaan investasi tumbuh lebih tinggi menjadi Rp 884,48 triliun atau 14,84 persen (yoy). Tumbuh tipis dibandingkan tahun sebelumnya yakni 13,17 persen (yoy).

Berdasarkan pembiayaan akad dari dana Rp 365,13 triliun terbagi menjadi 7 jenis. Tiga jenis akad di antaranya mengalami perlambatan, yakni akad mudharabah Rp 14,02 triliun atau tumbuh negatif 12, 63 persen (yoy). Lalu akad ijarah sebesar Rp 10,63 triliun atau tumbuh negatif 0,13 persen (yoy) dan akad multijasa sebesar Rp 84 miliar atau tumbuh negatif 2,27 persen (yoy).

Sementara itu, 4 jenis akad perbankan syariah yang masih tumbuh positif di antaranya, akad murabahah sebesar Rp 168,11 triliun, tumbuh positif 3,94 persen (yoy). Akada musyarakah sebesar Rp 158,61 triliun atau 21,56 persen (yoy).

Lalu akad qardh sebesar Rp 10,75 triliun atau tumbuh 36,77 persen (yoy). Terakhir, akad istishna Rp 2,16 triliun atau tumbuh 31,63 persen (yoy).

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com