Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi Terbarukan (EBT) dan Lingkungan Hidup, Halim Kalla mengusulkan bahwa insentif pajak (tax holiday dan tax allowance) setidaknya dalam jangka waktu panjang minimal 10 tahun.
“Insentif yang disediakan jika ingin menarik minat investor energi baru terbarukan disediakan jangka waktu panjang tertentu, agar dapat menyentuh keekonomian energi,” kata Halim dalam RDPU di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (21/9/2020).
Baca Juga
Selain itu Kadin juga mengusulkan dalam RUU EBT, harga energi baru terbarukan harus ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian dengan mempertimbangkan lokasi, ketersediaan infrastruktur, kapasitas terpasang, dan jenis teknologi.
Advertisement
Dengan begitu akan ada penyesuaian tingkat pengembalian yang wajar. Selain itu, untuk mempertegas tujuan pemerintah dalam keseriusan mengejar target, Kadin mengusulkan agar dibentuk Badan Pengelolaan Energi Terbarukan (BPET) dalam rangka mempercepat transisi menuju energi berkelanjutan.
“Pemberian tax holiday dan tax allowance hanya lima tahun, padahal lima tahun pertama setelah operasi, proyek masih cash flow,” katanya.
Terkait dengan modal, perbankan nasional juga tidak memberikan perhatian khusus untuk pembiayaan energi terbarukan.
Sementara itu, sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat mengatakan Pemerintah menyediakan berbagai insentif di bidang fiskal, seperti tax allowance, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta bea masuk impor.
Menteri ESDM Target Aturan Baru Tarif Listrik EBT Terbit Tahun Ini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif siap mengeluarkan aturan baru terkait tarif listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk membuat harga listrik EBT menjadi lebih kompetitif.
Menurutnya, perbaikan tarif listrik EBT bisa menggaet minat investor. Kata Arifin, EBT mempunyai daya tarik, namun di lain sisi, ongkos produksi energi ini masih mahal.
"Untuk itulah, sekarang ini kita sedang siapkan peraturan baru yang mengatur mengenai tarif yang dirasakan oleh calon investor itu akan lebih menarik. Kalau masalah tarif itu sudah dapat kita selesaikan, maka EBT akan jalan dan investor akan terjamin return dari investmentnya mereka," demikian dikatakan Arifin, dikutip dari keterangan resmi, Selasa (15/9/2020).
Arifin bilang, pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan saat ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi yang ada.
Data menunjukkan, Indonesia punya potensi energi baru terbarukan itu sebesar 417,8 Giga Watt total, tetapi baru 2,5 persen saja yang dimanfaatkan.
"Kita punya sumber energi geothermal, punya sinar matahari, kita punya biomassa, sumber tenaga air, ini semuanya belum teroptimalkan. Untuk ini secara bertahap harus didorong," ujar Arifin.
Arifin memperkirakan, proses penyusunan regulasi mengenai tarif listrik EBT dapat selesai segera atau setidaknya dalam tahun ini.
"Kami harapkan dalam tahun ini regulasi tarif EBT dapat selesai. Proses ini juga sudah melalui beberapa kali diskusi dengan para pelaku bisnis di sektor energi baru terbarukan, pemerintah juga mengambil beberapa inisiatif antara lain misalnya untuk geothermal resiko eksplorasi akan diserap oleh lemerintah, sehingga mengurangi resiko pada investor," pungkas Arifin.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan bauran energi nasional sebesar 23 persen bersumber dari EBT tahun 2025 mendatang. Hal ini telah tertuang pada Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kebijakan bauran EBT 23 persen ini juga telah diimplementasikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 yang menjadi dasar penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), maupun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019-2028.
Advertisement