Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi Terbarukan (EBT) dan Lingkungan Hidup, Halim Kalla mengatakan pemerintah seharusnya memasukkan pembangunan energi terbarukan sebagai sektor prioritas dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Sebab sektor energi terbarukan bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru secara masif.
"Pemerintah selayaknya memasukkan pembangunan energi terbarukan sebagai sektor prioritas sebagai bagian dari program PEN," kata Halim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII, Jakarta, Senin (21/9/2020).
Di sisi lain, Indonesia juga membutuhkan udara yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan energi terbarukan tentu sangat relevan dengan penyediaan kebutuhan kualitas udara bersih.
Advertisement
"Selama ini kita butuh udara sehat dan EBT ini dapat memberikan manfaat di masa depan," kata dia.
Halim meyakini, Indonesia bisa menggunakan dan membangun teknologi yang bisa meningkatkan kualitas udara. Dengan menguasai teknologi dan membuat industri sektor ini dia meyakini bisa mencapai TKDN dan menambah pendapatan negara.
"Dengan menguasai teknologi dan membuat industri untuk mencapai TKDN dan PDB-nya meningkat dari proyek EBT di Indonesia," kata dia.
Selain itu, dalam RDP Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBT) Halim juga mengusulkan agar PT PLN Persero dijadikan single buyer oleh Kementerian BUMN. Sebagai induk dari PLN, Kementerian BUMN sebaiknya memberikan penugasan yang jelas kepada PLN dalam beberapa hal.
Mulai dari mengutamakan pengembangan dan pengoperasian energi terbarukan dengan menetapkan target di setiap wilayah sesuai dengan KEN, RUEN dan RUKN. Pola pengadaan pembangkitan energi terbarukan yang transparan.
Pencapaian sesuai dengan waktu yang ditargetkan. Terakhir, PJBL yang bankable agar perbankan nasional dapat menyediakan project finance.
Merdeka.com
Pengusaha Usul Insentif Pajak 10 Tahun untuk EBT
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi Terbarukan (EBT) dan Lingkungan Hidup, Halim Kalla mengusulkan bahwa insentif pajak (tax holiday dan tax allowance) setidaknya dalam jangka waktu panjang minimal 10 tahun.
“Insentif yang disediakan jika ingin menarik minat investor energi baru terbarukan disediakan jangka waktu panjang tertentu, agar dapat menyentuh keekonomian energi,” kata Halim dalam RDPU di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (21/9/2020).
Selain itu Kadin juga mengusulkan dalam RUU EBT, harga energi baru terbarukan harus ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian dengan mempertimbangkan lokasi, ketersediaan infrastruktur, kapasitas terpasang, dan jenis teknologi.
Dengan begitu akan ada penyesuaian tingkat pengembalian yang wajar. Selain itu, untuk mempertegas tujuan pemerintah dalam keseriusan mengejar target, Kadin mengusulkan agar dibentuk Badan Pengelolaan Energi Terbarukan (BPET) dalam rangka mempercepat transisi menuju energi berkelanjutan.
“Pemberian tax holiday dan tax allowance hanya lima tahun, padahal lima tahun pertama setelah operasi, proyek masih cash flow,” katanya.
Terkait dengan modal, perbankan nasional juga tidak memberikan perhatian khusus untuk pembiayaan energi terbarukan.
Sementara itu, sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat mengatakan Pemerintah menyediakan berbagai insentif di bidang fiskal, seperti tax allowance, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta bea masuk impor.
Advertisement