Sukses

Fakta-Fakta 19 Bank di Indonesia Diduga Terlibat Skandal Keuangan Dunia

FinCEN mengungkap bocoran data seputar aliran dana mencurigakan yang keluar-masuk melalui bank-bank besar dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) mengungkap bocoran data seputar aliran dana mencurigakan yang keluar-masuk melalui bank-bank besar dunia. Dokumen itu berisi 2.500 lembar halaman, sebagian besar adalah file yang dikirimkan bank-bank ke otoritas Amerika Serikat (AS) antara 1995-2017.

Sebanyak 19 bank asal Indonesia turut terlibat dalam aksi perpindahan uang kotor ini. Total dananya ditaksir mencapai mencapai USD 504,65 juta atau sekitar Rp 7,41 triliun (kurs Rp 14.700 per dolar AS).

Jumlah dana tersebut berasal dari uang yang masuk ke Indonesia senilai USD 218,49 juta, dan yang ditransfer ke luar Indonesia sebanyak USD 286,16 juta.

Mengutip laman International Consorsium of Investigative Journalism (ICIJ), ditulis Rabu (23/9/2020), FinCEN File mencatat ada sebanyak 496 transaksi mencurigakan yang mengalir kedan keluar dari Indonesia, dilakukan oleh 19 bank.

Seluruh transaksi tersebut diproses melalui 4 bank yang berbasis di Amerika Serikat, yakni The Bank of New York Mellon sebanyak 312 transaksi, Deutsche Bank AG (49 transaksi), Standard Chartered Plc (116 transaksi), dan JP Morgan Chase & Co (19 transaksi).

Keempat bank tersebut kemudian melaporkan aktivitas mencurigakan kepada FinCEN.

Merujuk daftar 19 bank Indonesia yang dikeluarkan FinCEN, dua bank yang berstatus milik negara (BUMN) turut masuk dalam daftar hitam, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Kemudian ada juga sejumlah bank swasta besar seperti Bank Central Asia (BCA), Bank DBS Indonesia, Bank Windu Kentjana International, Hong Kong Shanghai Banking Corp (HSBC), dan Bank CIMB Niaga.

Lalu, Panin Bank, Bank Nusantara Parahyangan, Bank of India Indonesia, OCBC NISP, Bank Danamon, Bank Commonwealth, Bank UOB Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Chinatrust Indonesia, Standard Chartered, Bank International Indonesia, hingga Citibank.

 

2 dari 4 halaman

Reaksi Himbara

Tuduhan FinCEN tersebut segera memancing reaksi dari para pelaku industri bank Tanah Air. Seperti dikemukakan Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso, yang juga merupakan Direktur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Sunarso menyatakan, pelaporan transaksi nasabah bank di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (UU APU PPT).

"Antara lain diatur bahwa penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan yang memenuhi kriteria tertentu. Termasuk transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (22/9/2020).

Selanjutnya, Sunarso menyampaikan, berdasarkan UU APU PPT tersebut, ditetapkan bahwa Direksi, Komisaris, Pengurus atau Pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.

"Dilarang memberitahukan dengan cara apa pun, mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK," tegas dia.

Sunarso mengatakan, bank-bank Himbara senantiasa berkomitmen untuk memenuhi kewajiban pelaporan dimaksud kepada regulator, dalam hal ini PPATK sesuai ketentuan yang berlaku.

"Dan memastikan bahwa seluruh transaksi perbankan mengikuti ketentuan otoritas, baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PPATK, serta selaras dengan international best practices dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)," tuturnya.

 

3 dari 4 halaman

Tanggapan Bank Swasta

Sejumlah bank swasta Indonesia juga turut mengomentari temuan FinCEN atas uang janggal tersebut. Seperti diutarakan Direktur Compliance, Corporate Affairs and Legal PT Bank CIMB Niaga Tbk Fransiska Oei, yang menegaskan pihaknya memiliki sistem otomasi untuk mendeteksi transaksi-transaksi yang memiliki unsur mencurigakan.

"Setiap transaksi yang memenuhi unsur tersebut akan kami investigasi dengan mengumpulkan berbagai informasi yang tersedia dan dapat diperoleh oleh bank," terang Fransiska kepada Liputan6.com.

Dia melanjutkan, apabila transaksi dimaksud dipastikan positif memenuhi unsur-unsur transaksi yang mencurigakan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku, maka bank akan melakukan pelaporan LTKM (Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ungkapan senada turut dilontarkan Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja, yang memastikan jika pihaknya selalu mengikuti aturan yang ada.

"BCA selalu comply dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan Anti Pencucian Uang serta Pembiayaan Terorisme (APUPPT)," urai Jahja.

 

4 dari 4 halaman

PPATK Membantah

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae pun angkat suara merespons hal ini. Dia mengingatkan, jika informasi yang beredar tidak berasal dari sumber data yang resmi.

"Informasi yang beredar yang diperoleh dari International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) tidak berasal dari sumber yang resmi, dalam hal ini FinCEN sebagai mitra FIU (Financial Intelligence Unit) daripada PPATK," jelas Dian kepada Liputan6.com.

Meski begitu, Dian mengaku akan menggunakan segala informasi yang ada untuk menentukan langkah-langkah lanjutan. Namun dia menegaskan, ada informasi yang tidak bisa dikonfirmasikan kepada publik secara terang-terangan.

"Walaupun demikian, PPATK akan menggunakan segala informasi yang berasal dari mana saja sebagai input dalam melakukan analisis dan pemeriksaan. Kami tidak dapat melakukan konfirmasi terhadap info seperti ini kepada publik. Tapi kita memastikan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan," tegasnya.

Video Terkini