Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan pengucapan sumpah empat anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2020-2025 di Istana Negara.
Sekretaris Menteri Sekretaris Negara (Sesmensesneg) Setya Utama, membacakan Surat Keputusan Presiden RI No 58/M/2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.
Dikutip dari laman Setkab, Rabu (23/9/2020), keempat anggota LPS yang mengucapkan sumpah di depan Presiden adalah:
Advertisement
- Purbaya Yudhi Sadewa sebagai anggota merangkap ketua Dewan Komisioner LPS
- Didik Madiyono sebagai anggota Dewan Komisioner LPS
- Luky Alfirman sebagai anggota Dewan Komisioner LPS ex-officio Kementerian Keuangan RI
- Destry Damayanti sebagai anggota Dewan Komisioner LPS ex-officio Bank Indonesia.
Prosesi diakhiri dengan pemberian ucapan selamat sesuai Protokol Kesehatan oleh Presiden bersama Wapres yang diikuti undangan lainnya.
Turut hadir Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Gubernur BI Perry Warjiyo, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Mensesneg Pratikno, Menkeu Sri Mulyani, dan Ketua OJK Wimboh Santoso.
Amanah Baru LPS, Menjaga Stabilitas dan Tangani Krisis Keuangan
Sebelumnya, Pembayaran klaim Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada nasabah bank dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)Â selama 2016 mencapai Rp 168,51 miliar. Sementara, total jumlah rekening yang telah dibayarkan simpanannya mencapai 36.513 rekening.
Ya, sejak berdiri pada tahun 2005 lalu hingga saat ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai Undang-Undang yakni menjamin simpanan nasabah penyimpan di bank dan ikut aktif menjaga stabilitas sistem keuangan sesuai kewenangannya.
Tercatat, sejak menjalankan tugasnya, LPS telah membayarkan klaim atas 152.883 rekening simpanan dari 75 bank (bank umum dan BPR/BPRS) yang ditutup atau dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (dan Bank Indonesia sebelumnya).
UU PPKSK yang termaktub dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 2016 yang disahkan April 2016 lalu memberikan amanah yang lebih besar yang harus diemban oleh LPS dalam turut menjaga stabilitas keuangan dan penanganan krisis keuangan.
LPS tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama Bank Indonesia (B), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan, yang peran dan kewenangan keempat lembaga ini sangat penting dalam menangani krisis keuangan.
Belajar dari pengalaman penanganan krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 – 1998, negara harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk menangani krisis, seperti adanya bail out terhadap bank yang dicabut izinnnya.
Â
BACA JUGA
Â
Seiring berlakunya UU PPKSK beberapa amanah LPS lahir, antara lain dengan diberikannya kewenangan khusus untuk menjalankan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) ketika terjadi krisis.
Juga dalam dalam hal penyelamatan bank, bila sebelumnya LPS hanya memiliki satu instrumen, yaitu penyertaan modal sementara (PMS), dengan UU PPKSK instrumen penyelamatan bank ditambah dengan 2 metode lain. Yaitu, melalui Purchase & Assumption (PnA) yang metode resolusi dengan mengalihkan aset dan kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima, dan metode Bridge Bank (bank perantara), yaitu bank yang didirikan oleh LPS untuk menerima pengalihan asset dan kewajiban bank bermasalah.
Untuk mengoptimalkan fungsi dan tugas LPS juga telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak antara lain dengan perguruan tinggi, kantor akuntan publik, auditor pemerintah (BPKP), PPATK, Polri, Kejaksaan, dan berbagai instansi serta lembaga lainnya.
Hingga kini LPS terus meningkatkan dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusianya (SDM) seiring dengan dinamika perkembangan situasi keuangan khususnya perbankan.
Advertisement