Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI Diana Rosa menilai, wabah pandemi virus corona (Covid-19) turut memberikan tantangan cukup berat terhadap industri kapal di Indonesia.
Namun, Diana menyatakan, industri galangan kapal Tanah Air tetap memiliki prospek besar untuk lebih berkembang seperti China dan Korea Selatan. Karena ia tak memungkiri Indonesia punya kesempatan emas sebagai negara kepulauan.
"Sebenarnya peluang sangat besar untuk kami maju. Karena kita kan di negara maritim, dimana negara kita terdiri dari kurang lebih 17 ribu pulau," ujar dia dalam sesi bincang virtual bersama Liputan6.com, seperti dikutip Rabu (23/9/2020).
Advertisement
"Kita butuh kapal-kapal untuk connecting tiap pulau. Sehingga peluang sangat besar untuk kami eksis di dunia maritim," tekan Diana.
Sebagai contoh, ia menyoroti kehadiran galangan kapal kecil milik swasta hingga ke pulau terkecil di pelosok Nusantara. Menurutnya itu merupakan modal bahwa masyarakat Indonesia masih banyak bergantung pada sumber daya alam maritimnya.
"Kalau pun kita berat setiap tahunnya, itu pasti ada galangan-galangan kapal swasta yang muncul. Meskipun itu galangan kecil, istilahnya galangan kaki lima," kata Diana.
"Artinya kalau bisnis ini tidak bagus, tidak bisa maju, otomatis tidak akan tumbuh galangan-galangan kapal kecil di Indonesia," dia menambahkan.
Oleh karenanya, IKI disebutnya optimistis industri kapal di Indonesia ke depan bisa bersaing dengan negara-negara produsen besar seperti China dan Korea Selatan.
"Sehingga kami sebagai galangan kapal BUMN sangat yakin untuk prospek ke depan terhadap bisnis galangan kapal di Indonesia," tukas Diana.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bersaing dengan Asing, Industri Galangan Kapal Nasional Butuh Stimulus Pemerintah
 Direktur Utama PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI Diana Rosa mengatakan, industri galangan kapal nasional masih kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan asing dalam memproduksi kapal laut.
Diana menyampaikan, salah satunya lantaran mayoritas bahan material industri masih sangat bergantung pada produk impor. Ongkos pengeluaran semakin membengkak akibat terkena bea masuk.
"Memang kembali lagi, dengan material impor otomatis HPP (Harga Pokok Penjualan) kami akan lebih besar. Itu kendalanya. Belum lagi bea masuk. Itu memang kendala kami yang perlu bantuan atau kebijakan dari pemerintah," ungkapnya saat berbincang virtual dengan Liputan6.com, Selasa (22/9/2020).
Lebih lanjut, Diana menceritakan, pemerintah sejak 2016 sebenarnya telah mendorong berkembangnya industri perkapalan Indonesia.
Namun karena adanya tumpang tindih kebijakan dari berbagai kementerian terkait, ternyata hasilnya belum efisien dan efektif.
"Salah satunya adalah masalah bea masuk. Dulu sudah ada sih satu kebijakan pemerintah diberikan, namun kita harus daftar dulu. Sementara kita belum tentu dalam setahun akan dapat order untuk pembangunan kapal. Itu masalah bea masuk," ujarnya.
Advertisement