Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia atau World Bank memperkirakan bahwa 92 persen negara di dunia akan mengalami krisis pada 2020. Hal tersebut tak lain disebabkan oleh lumpuhnya perekonomian akibat pandemi Virus Corona COvi-19. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
"Bank dunia 2020 sudah menghitung bahwa lebih dari 92 persen negara di dunia, ada 180 negara mungkin ya, 92 persen nya itu akan krisis itu akan negatif pertumbuhannya," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, dalam diskusi online, Jakarta, Jumat (25/9/2020).
Baca Juga
Dalam kesempatan tersebut, Febrio menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia sendiri masih jauh lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain. Sebab, Indonesia tergolong efektif dalam menangani dampak Covid-19.
Advertisement
"Jadi di antara itu semua Indonesia yang termasuk mungkin, ini too early, kalau saya bilang Indonesia tergolong efektif dalam menangani dampak Covid terhadap perekonomiannya," katanya.
Febrio mengakui, pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia memang mengalami kontraksi yang cukup dalam. Namun Indonesia masih lebih baik dibandingkan India maupun Filipina.
"Indonesia memang jelek di kuartal-II tapi dibandingkan seluruh dunia saya lebih senang di Indonesia dibandingkan dengan India misalnya sekarang. Bahkan kuartal-III kita akan membaik relatif membaik dibandingkan negara lain," paparnya.
"Saya akan pilih di Indonesia daripada Filipina misalkan. Secara global ini terjadi dimana-mana karena sumber krisinya kan sama yaitu Covid-19 yang sampai sekarang belum ada tanda-tanda perbaikan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sri Mulyani Ingin Semua Negara Kerjasama Keluar dari Krisis Ekonomi
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pandemi Covid-19 bukan lagi masalah masing-masing negara. Masalah kesehatan ini telah menjadi beban semua negara sehingga perlu dihadapi bersama.
Maka, Sri Mulyani menginginkan adanya solidaritas global melalui kerja sama konkrit dalam menangani dampak dari pandemi ini.
Â"Jadi saat kita menyebut masalah ini tanpa batas, tapi respons di level global masih ketinggalan atau bahkan masih buruk," kata Sri Mulyani dalam Governors’ Seminar: Developing Asia Beyond the Pandemic, Jakarta, Kamis (18/9).
Dia mengatakan jika pada tahun 2008-2009 setiap negara saling bahu membahu untuk keluar dari krisis. Kali ini, berbagai negara fokus menyelamatkan diri masing-masing. Termasuk negara-negara di G-20, bersama-sama menyelamatkan ekonomi dan tantangan bidang ekonomi.
"Saat ini ketika berhadapan dengan perubahan iklim dan Covid-19, semua negara, insting mereka adalah mencoba menutup batas dan melihat ke dalam," kata dia.
Dia mengingatkan 20 tahun lalu banyak negara berupaya menurunkan angka kemiskinan. Caranya melalui kerja sama perdagangan terbuka dan investasi.
Menurutnya, saat ii cara yang sama juga perlu dilakukan agar bisa sama-sama keluar dari krisis. Tidak bisa bekerja sendiri bahkan bagi negara besar.
Solidaritas global itu dibutuhkan dalam mendapatkan vaksin, pemulihan ekonomi, perdagangan dan investasi sehingga semua negara bisa kembali pulih. Dia berharap, usai krisis ini berlalu akan ada globalisasi baru yang lebih inklusif.
"Saya harap setelah Covid, akan ada globalisasi baru yang lebih inklusif, lebih peduli dan yang lebih melihat tidak hanya pertumbuhan (ekonomi) tapi juga keberlanjutan, jadi kita akan memiliki kerja sama yang baik," kata Sri Mulyani mengakhiri.
Advertisement