Sukses

Rupiah Ditutup Melemah Dipengaruhi Harapan Stimulus AS

Nilai tukar (kurs) rupiah pada awal pekan ini ditutup melemah

Liputan6.com, Jakarta - Dalam penutupan perdagangan di hari ini, Senin (28/9/2020), rupiah ditutup melemah tipis 27 point di level 14.900 dari penutupan sebelumnya di level 14.873.

Dalam perdagangan besok pagi mata uang rupiah kemungkinan dibuka melemah 60 point. Namun, dalam penutupan kemungkinan rupiah melemah tipis di level 10-30 point di level 14.890-14.960. Hal ini, dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan faktor eksternal, antara lain dikarenakan jelang debat calon Presiden AS.

Dimana New York Times melaporkan pada hari Minggu bahwa Presiden Donald Trump membayar sangat sedikit pajak penghasilan dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu karena kerugian besar dari perusahaan bisnisnya mengimbangi pendapatan ratusan juta dolar.

“Beberapa investor sekarang mengharapkan Kongres AS untuk meloloskan paket stimulus apa pun, yang dipandang penting untuk mendukung ekonomi yang dilanda pandemi, sebelum pemilihan,” kata Ibrahim dalam keterangan rasmi, Senin (28/9/2020).

Sementara itu, Ketua DPR Nancy Pelosi tetap optimis bahwa Demokrat dan Republik dapat segera mencapai kesepakatan. Tetapi ada kekhawatiran yang berkembang bahwa pemulihan ekonomi melambat karena banyak program stimulus telah berakhir, sehingga turut menghambat konsumsi.

Alasan lainnya, Ibrahim menjelaskan saat ini investor juga menunggu banyak data karena akhir bulan semakin dekat, dengan China akan merilis Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur dan non-manufaktur, serta PMI manufaktur Caixin, pada hari Rabu.

“AS juga akan merilis data ekonomi, termasuk indeks kepercayaan konsumen Conference Board (CB) September pada hari Selasa dan Indeks Manajer Pembelian Manufaktur (PMI) Institute of Supply Management (ISM) pada hari Kamis,” jelas Ibrahim.

Adapun faktor internal, secara garis besar pergerakan rupiah dipengaruhi situasi pandemi dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih berlangsung hingga saat ini. Dengan jumlah kasus yang terus meningkat dan mengkhawatirkan, Presiden Joko Widodo menghimbau kepada Pemerintah Daerah untuk kembali melakukan PSBB berbasis lokal guna untuk menahan laju penyebaran pandemi virus corona (Covid-19).

“Intervensi berbasis lokal yang dimaksud adalah pembatasan sosial berskala mikro (PSBM), misalnya di tingkat RT, RW, kantor, atau pondok pesantren yang dianggap lebih efektif menekan angka penularan sehingga akan lebih mudah pengawasannya di bandingkan dengan PSBB tingkat provinsi yang sulit untuk pengawasannya,” kata Ibrahim.

Disamping itu PSBB berskala mikro dinilai akan menambah dan meningkatkan daya beli masyarakat. Ini karena tidak adanya pembatasan di tempat-tempat yang berbasis ekonomi seperti pasar, mall, restoran dan cafe.

"Ini bisa diterapkan di DKI Jakarta kedepan. Apalagi Bank Indonesia (BI) memperkirakan bulan September ini akan terjadi inflasi meskipun tipis,” ujar Ibrahim.

Berdasarkan perkembangan terbaru Survei Pemantauan Harga (SPH) minggu keempat September, BI memproyeksikan akan terjadi inflasi sebesar 0,01 persen (mom). Jika mengacu pada SPH minggu pertama hingga minggu ketiga bulan ini, bank sentral nasional memprediksi deflasi sebesar -0,01 persen (mom).

“Apabila proyeksi BI benar, maka inflasi bulan September 2020 secara tahun berjalan bakal berada di angka 0,95 persen (ytd) dan secara tahunan sebesar 1,48 persen (yoy). Ini pun masih lebih rendah dari sasaran target inflasi BI untuk tahun ini di 3±1 persen,” pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Rupiah Melemah 6,7 Persen, Bank Indonesia Santai

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mencatat rupiah melemah sebesar 6,7 persen atas dolar Amerika Serikat (AS) hingga 24 September. Kendati demikian, dia pede jika kinerja rupiah masih oke selama pandemi global Corona berlangsung.

"Rupiah melemah sebesar 6,7 persen sampai 24 September dari awal tahun. Namun, Rupiah lebih stabil dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Thailand, Brasil, Turki, dan Afrika Selatan," ujar dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI terkait Laporan Semester I Kinerja Bank Indonesia, di Komplek Parlemen, Senin (28/9/2020).

Menurut Perry, pelemahan nilai tukar mata uang garuda itu diakibatkan oleh kepanikan pelaku pasar keuangan global atas pandemi Corona. Bahkan, pada 23 Maret lalu Rupiah melemah sebesar 16,24 persen ke level Rp 16.575 per USD.

Merespon kondisi buruk itu, BI segera melakukan intervensi melalui berbagai kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.Diantaranya melakukan intervensi di pasar spot, pemberlakuan Domestic Non Delivery Forward (DNDF), hingga pembelian SBN dari pasar sekunder khususnya pada periode capital outflows.

"Setelah itu, perkembangan membaik seiring dengan meredanya ketidakpastian global ini. Kemudian selang sehari (24 Maret 2020) Rupiah menguat ke level Rp14.890 per USD," paparnya

Tak hanya itu, aliran modal asing portofolio ke SBN kembali masuk atau mengalami tren positif. Tercatat sejak 14 April-24 September 2020, modal asing yang masuk ke SBN mencapai Rp 20 triliun.

Oleh karena itu, dia memastikan BI terus melanjutkan berbagai kebijakan stabilisasi dan memperkuat peran bank sentral sebagai stand by buyer surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder. "Bagaimana pun juga ketidakpastian masih berlanjut, dan kami terus jaga stabilisasi nilai tukar rupiah kita," tutupnya.