Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan sejak Maret 2020. Langkah yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan memberikan ruang gerak bagi sektor usaha/masyarakat agar tetap bertahan di masa pandemi Covid-19, sehingga bisa mempercepat pemulihan ekonomi.
Menurut catatan OJK, hingga 7 September 2020, restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp 884,46 triliun yang diterima oleh 7,38 juta debitur.
Baca Juga
Nilai tersebut dirasakan oleh sektor UMKM sebesar Rp 360,59 triliun untuk 5,82 juta debitur, dan sektor non-UMKM sebesar Rp 523,87 triliun untuk 1,44 juta debitur.
Advertisement
Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan sampai 29 September 2020 telah mencapai Rp 170,17 triliun untuk 4,63 juta kontrak restrukturisasi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, selain restruktursasi kredit dan pembiayaan, berbagai kebijakan telah dikeluarkan OJK untuk menjaga sektor jasa keuangan tetap stabil sehingga bisa mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional yang mengalami pelemahan akibat pandemi Covid-19 .
"Kebijakan-kebijakan difokuskan pada tujuan meredam volatilitas pasar keuangan, memberi ruang gerak sektor riil, menjaga stabilitas dan optimalisasi peran sektor jasa keuangan serta memberikan kemudahan bagi sektor jasa keuangan," jelasnya, Kamis (1/10/2020).
Wimboh menjabarkan, upaya meredam volatilitas pasar keuangan dijalankan dengan berbagai kebijakan seperti pelarangan transaksi short selling, mengeluarkan kebijakan buyback saham tanpa melalui RUPS.
Kemudian Perubahan Batasan Auto Rejection (Asymmetric), peniadaan saham yang dapat diperdagangkan pada sesi pra pembukaan (pre-opening) di Bursa Efek Indonesia (BEI), trading halt untuk penurunan 5 persen dan pemendekan jam perdagangan efek.
Adapun untuk memberi ruang gerak sektor riil, telah dilakukan beberapa kebijakan seperti Program Restrukturisasi Perbankan, Perusahaan Pembiayaan dan LKM.
Hal lain, Relaksasi Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan hingga Rp 10 miliar.
Kemudian relaksasi kewajiban pelaporan bagi emiten skala kecil dan menengah, imbauan tidak menggunakan debt collector, dan pengembangan ekosistem digital UMKM.
Â
Saksikan video di bawah ini:
Kebijakan Lain
Selanjutnya, kebijakan untuk menjaga stabilitas dan optimalisasi peran sektor jasa keuangan dikeluarkan melalui penerapan pemanfaatan restrukturisasi Covid-19 tidak sebagai pemburukan kualitas kredit Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
Penundaan pemberlakuan standar Basel III, peniadaan kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer, penurunan batas minimum liquidity coverage ratio (LCR) dan net stable funding ratio (NSFR) 85 persen, serta penundaan penilaian kualitas aset yang diambil alih (AYDA).
Selain itu, kebijakan stabilisasi dan optimalisasi sektor jasa keuangan dilakukan melalui relaksasasi penempatan dana antarbank, penurunan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum khusus bank perkreditan rakyat (BPR), perintah tertulis untuk penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan/atau integrasi bank umum serta industri keuangan non-bank (IKNB).
Pihak otoritas juga melakukan relaksasi Self Regulatory Organization (SRO) kepada stakeholder dan relaksasi pengelolaan manajer investasi, mengecualikan prinsip keterbukaan di bidang pasar modal, serta relaksasi nilai haircut untuk perhitungan collateral dan Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD).
Sementara itu, OJK juga memberikan kemudahan bagi sektor jasa keuangan melalui beberapa program. Antara lain relaksasi batas penyampaian pelaporan keuangan, pengawasan dan penyampaian laporan menggunakan sistem informasi, pelaksanaan E-RUPS, pelaksanaan RUPS dengan media elektronik sebagai solusi RUPS di masa pembatasan sosial.
Berikutnya, pelaksanaan fit and proper test dengan video conference, pemasaran melalui Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) dengan sarana digital, penggunaan digital signature untuk perizinan WMI dan WAPERD, relaksasi penagihan sanksi denda dan pembayaran bunga, serta relaksasi SRO kepada stakeholder dengan pemberian diskon pungutan atau biaya.
Advertisement