Sukses

Negara Islam Ogah Investasi di Indonesia, Ini Sebabnya

Sejumlah negara Islam diakui memiliki banyak dana untuk investasi di luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar RI untuk Abu Dhabi, Husin Bagis mengatakan ada 57 negara yang mayoritasnya islam di dunia. Namun hanya ada beberapa negara islam yang kaya dan mau investasi di negara lain.

Salah satu negara islam yang kaya yakni Arab Saudi. Negara Timur Tengah ini bisa memproduksi minyak 12 juta barel dan Abu Dhabi 14 juta barel. Negara ini memiliki banyak cadangan energi, tetapi jumlah penduduknya sedikit.

"Banyak cadangan energi tapi jumlah penduduk sedikit, uangnya jadi banyak. Nah uangnya ini kemana? ya investasi," kata Husin dalam Webinar Nasional Investasi Negara-Negara Islam di Indonesia, Jakarta, Jumat (2/10/2020).

Hanya saja, negara-negara kaya itu kata Husin hanya akan berinvestasi di negara-negara yang mudah birokrasinya dan menarik. Padahal dana Sovereign Wealth Fund dari Abu Dhabi sangat besar.

Mereka enggan berinvestasi di Indonesia karena pemerintah tidak memiliki proyek kerja sama yang tuntas.

"Mereka kurang tertarik untuk menanamkan modalnya ke Indonesia karena kita gak punya project yang bisa nawarin kesepakatan yang clean and clear," ungkap Husin.

Hal inilah yang menyebabkan investasi proyek di Indonesia akhirnya mangkrak. Sebab terganjal oleh proses administrasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Luhut Ingin RUU Omnibus Law Cipta Kerja Segera Disahkan

Menanggapi itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kunci mengatasi masalah itu hanya dengan mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab regulasi sapu jagat ini bisa memberikan kemudahan bagi para investor menanamkan modalnya di Indonesia.

"Ini menjadi kunci untuk memudahkan investasi masuk terutama dalam hal penyederhanaan perizinan hingga kawasan ekonomi khususnya," kata Luhut.

Dia menambahkan strategi pemerintah untuk mendongkrak investasi dengan fokus pada pengembangan sektor infrastruktur. Selain itu, pemerintah tetap mempertahankan reformasi kebijakan yang sudah dikerjakan sebelumnya.

"Kita dorong pengesahan Omnibus Law dan mendukung kalangan bisnis dan masyarakat yang terkena dampak Covid," kata dia.

Merdeka.com