Sukses

Canggih, Kemenperin Kembangkan Aplikasi untuk Bedakan Batik Asli dan Tiruan

Saat ini, Kemenperi telah mengembangkan aplikasi Batik Analyzer untuk membedakan produk batik asli dan tiruan batik.

Liputan6.com, Jakarta - Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta yang merupakan unit Penelitian dan Pengembangan dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri-Kementerian Perindustrian, saat ini telah mengembangkan aplikasi Batik Analyzer untuk membedakan produk batik asli dan tiruan batik.

Batik analyzer merupakan suatu aplikasi yang dapat diinstal pada mobile phone yang berbasis Android dan iOS yang dikembangkan dengan menggunakan teknologi Artificial Intelegence (AI) yaitu machine learning yang sesuai dengan implementasi industri 4.0.

"Meski saat ini bangsa Indonesia masih dihadapkan pada kondisi yang jauh dari ideal untuk menjalankan aktivitas karena pandemi covid-19, bukan berarti produktivitas dan kreativitas harus berhenti," dikutip dari keterangan tertulis Kemenperin, Jumat (2/10/2020).

Industri batik sangat diharapkan mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan dengan cara berpikir kreatif dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi dan optimalisasi sumber daya yang ada, agar dapat terus bergerak serta berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.

Kementerian Perindustrian terus berupaya melestarikan serta mendorong pengembangan industri batik nasional agar lebih berdaya saing global.

Menurut data Kemenperin, saat ini industri batik mencapai 47.000 unit dan tersebar di 101 sentra serta telah mempekerjakan lebih dari 200.000 orang.

Industri ini juga telah berperan besar dalam menyumbang devisa negara, dimana jumlah ekspor batik hingga semester pertama di 2019 mencapai USD 17.99 juta, dengan pasar utama ekspor ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Batik Indonesia dianggap memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar domestik dan internasional serta berhasil menjadi market leader pasar batik dunia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Ekspor Batik Melesat di Tengah Pandemi Covid-19, Terbanyak ke Jepang dan AS

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa ekspor batik meningkat di tengah pandemi COVID-19 menjadi 21,54 juta dolar AS pada periode Januari-Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 17,99 juta dolar AS dengan pasar utama ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

"Fenomena yang cukup unik, karena pasar ekspornya bisa meningkat di saat masa pandemi COVID-19 ini," kata Menperin saat menghadiri peresmian Rangkaian Kegiatan Hari Batik Nasional 2020 bertajuk Kreasi Tiada Henti secara virtual dikutip dari Antara, Jumat (2/10/2020).

Menperin mengatakan usaha membuka pasar-pasar baru tingkat global diharapkan bisa membantu kembali menggairahkan kinerja industri batik Indonesia, sekaligus semakin memperkenalkan batik Indonesia.

Menurut Agus, melihat kondisi yang ada selain merupakan warisan budaya, batik juga merupakan komoditi industri yang cukup penting.

Industri ini dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam penciptaan nilai tambah, perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar.

"Kemenperin terus berupaya melestarikan serta mendorong pengembangan industri batik nasional agar lebih berdaya saing global," ujar Menperin.

Menurut data Kemenperin, saat ini industri batik mencapai 47.000 unit dan tersebar di 101 sentra serta mempekerjakan lebih dari 200.000 orang.

Menperin menambahkan industri batik juga telah berperan besar dalam menyumbang devisa negara. 

3 dari 4 halaman

Ketika Perajin Batik Berkawan dengan Digital di Tengah Pandemi

Sektor tekstil dan garmen di Indonesia menjadi salah satu industri yang terdampak saat pandemi Covid-19 melanda. Salah satunya batik  nusantara. 

Melihat kondisi ini, tak sedikit para perajin dan pengusaha batik berusaha memutar otak agar produksi batik hasil karyanya bisa terus dicari hingga ke mancanegara. Salah satunya dengan berkawan dengan teknologi dan beralih ke digital.

"Sekarang memaksa kami para pelaku untuk beralih ke digital. Kami terus menjalin komunikasi, bahkan kerja sama dan membuat webinar setiap Minggu tentang batik dan donasi untuk perajin batik lokal," kata Ketua Asosiasi Pengusaha dan Perajin Batik Indonesia, Komarudin Kudiya melalui diskusi virtual, Kamis, 1 Oktober 2020. 

Dia pun mengaku pihaknya juga telah menjalin kerja sama dengan Google Arts and Culture untuk memasukkan batik ke lamannya.

"Dengan ditampilkan ke Google, kita sudah declare ke seluruh dunia kalau ini adalah batik Indonesia," ujarnya dilansir Antara. 

Sebagai informasi, pada April, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan terjadi pengurangan 2,1 juta pekerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Komarudin pun menyebut, saat ini terdapat banyak perajin batik rumahan (dengan modal di bawah Rp 200 juta) di Cirebon, Jawa Barat, hingga Pekalongan kini harus gulung tikar karena tidak adanya permintaan.

"Ini juga berlaku bagi pelaku industri bordir dan tenun, " jelasnya. 

4 dari 4 halaman

Dukungan Google

Ketua Galeri Batik YBI Periode 2010-2019 dan aktivis Yayasan Batik Indonesia, Dr Tumbu Ramelan, menyatakan bahwa memang yang paling terdampak adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), atau industri akar rumput.

"Sejauh ini, pengusaha batik telah melaporkan bahwa penjualan mereka menurun drastis hingga sekitar 30 persen," kata dia. 

Menurutnya dengan mencoba mengenalkan teknologi ke para pelaku bisnis batik, diharapkan bisa menggugah keterlibatan mereka untuk eksistensi bati dan membantu industrinya, yang meliputi 200 ribu pembuat batik di seluruh Nusantara.

Di sisi lain, raksasa teknologi Google juga turut menyatakan komitmen untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia dengan digitalisasi.

"Ini agar sektor batik dapat bertransformasi digital secara cepat dan memanfaatkan teknologi. Google juga telah melatih 50 UMKM di sektor batik untuk go digital dan beradaptasi baik di masa pandemi, dan membantu mereka memajukan bisnis melalui media digital," kata Kepala Hubungan Publik Asia Tenggara, Google Asia Tenggara, Ryan Rahardjo.  Â