Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyempurnakan ketentuan uang muka bagi pemberian Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor (KKB/PKB) untuk pembelian kendaraan bermotor berwawasan lingkungan menjadi nol persen.
Kendaraan bermotor berwawasan lingkungan adalah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, yang mengatur mengenai percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan.
Baca Juga
Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko mengatakan, kebijakan ini tercantum di Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 22/13/PBI/2020 tentang Perubahan Kedua atas PBI No. 20/8/2018 tentang Rasio LTV untuk Kredit Properti, Rasio FTV untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PBI LTV/FTV dan Uang Muka).
Advertisement
"Kebijakan ini berlaku efektif sejak 1 Oktober 2020," katanya.
Dia menjelaskan penyempurnaan ketentuan PBI LTV/FTV dan Uang Muka merupakan tindaklanjut dari Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Agustus 2020.
RDG tersebut memutuskan untuk menurunkan batasan minimum uang muka dari kisaran 5 persen-10 persen menjadi nol persen dalam pemberian KKB/PKB untuk pembelian kendaraan bermotor berwawasan lingkungan, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Onny memastikan kebijakan penyesuaian batasan minimum uang muka bagi kendaraan bermotor berwawasan lingkungan dilakukan dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah risiko kredit atau pembiayaan yang terjaga.
Selain itu, kebijakan ini dilakukan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang dan berkualitas, serta sebagai upaya untuk mendukung ekonomi berwawasan lingkungan (green economy).
Reporter : Idris Rusadi Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertamina Bakal Jual Baterai Kendaraan Listrik
Kementerian BUMN menyebutkan rencana PT [Pertamina](bisnis "") (Persero) dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT). Direncanakan, BUMN energi ini akan turut memproduksi baterai kendaraan listrik (EV battery).
Hal tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Selain itu, PT PLN juga nantinya akan menjadi pemasok listrik.
"Pertamina ke depan akan menjadi perusahaan BUMN yang akan memproduksi baterai kendaraan listrik. Pertamina akan berubah dari menjual energi fosil menjadi energi baterai, ini ke depan, kemudian nanti PLN akan menjadi pemasok listrik," ujar Arya dalam webinar, ditulis Selasa (29/9/2020).
Untuk mendukung implementasi konsep ini, Arya bilang Menteri BUMN Erick Thohir tengah bernegosiasi dengan produsen baterai kendaraan listrik dari Korea Selatan (LG) dan China.
Sementaraa saat ini, Pertamina tengah menghitung seberapa lama energi fosil bisa bertahan.
"[Pertamina](bisnis "") akan fokus ke depan, lagi minta untuk dihitung sampai berapa lama energi fosil tetap digunakan dan titik tertentu nanti kita akan masuk ke baterai," lanjutnya.
Advertisement
Kembangkan Kendaraan Listrik, Indonesia Bisa Belajar dari China
Indonesia diingatkan untuk sungguh-sungguh belajar dari China dalam mengembangkan industri kendaraan listrik, agar tidak mengulangi kesalahan dan kebiasaan yang salah pada masa lalu, kata pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus.
"Indonesia bisa belajar dari negara China. Namun, apakah Indonesia mau sungguh-sungguh belajar dari negara itu untuk jadi produsen kendaraan listrik nasional, atau hanya akan mengulang kesalahan dan kebiasaan lamanya, dengan hanya menjadikan negara ini sebagai pasar netto yang lebih menguntungkan negara prinsipal pemegang merek, itulah yang nantinya kita bisa lihat dari perjalanan waktu," katanya dikutip dari Antara, Senin (14/9/2020).
Yannes mengatakan, Indonesia masih harus mengarungi perjalanan yang panjang dalam proses pengembangan industri kendaraan listrik. Kebijakan negara atau pemerintah merupakan aspek sangat penting dari solusi transportasi berkelanjutan berbasis baterai ini.
"Ada tiga faktor penentu yang harus dipikirkan secara bersungguh-sungguh untuk mengubah berbagai kelemahan mobil listrik menjadi sebuah kekuatan, yaitu pengembangan teknologi, konsistensi dukungan pemerintah serta perubahan perilaku individu pengguna mobil," katanya.
Dilihat dari aspek teknologi, kesiapan komponen dan infrastruktur berupa baterai serta teknologi pendukungnya, Yannes percaya pemerintah cukup serius untuk mengembangkan industri kendaraan listrik.
Namun, beberapa hal yang juga mulai mencuat adalah masalah harga energi listrik, aspek keamanan, keandalan produk, biaya produksi baterai sebagai komponen utama, serta desain kendaraan, akan menjadi hal-hal yang harus mendapat perhatian serius.
"Harus dipikirkan benar-benar, bagaimana caranya agar dari segala aspek, kendaraan listrik ini nantinya mampu bersaing dengan kendaraan bermotor yang masih menggunakan bahan bakar fosil dan alternatif yang memang masih berlimpah seperti gas dan biofuel," ujar Yannes.
Dukungan politik pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan publik juga harus mulai dipikirkan secara serius keberlanjutannya.
Kajian ulang perlu dilakukan terhadap studi kelayakan mulai dari rencana bisnis, kesiapan infrastruktur serta dan insentif yang akan diberikan pemerintah agar program tersebut dapat bersaing dengan kendaraan berbahan bakar fosil.
Yannes memperkirakan implementasi program kendaraan listrik ini di masa depan juga akan berhadapan dengan banyak aspek lain seperti perubahan perhitungan biaya perjalanan dalam skala besar, jalan tol dan kemacetan lalu-lintas serta semakin ketatnya standar emisi, program pengembangan teknologi dan standardisasi infrastruktur pengisian listrik untuk baterai kendaraan.
"Harus diperhatikan, teknologi dan keamanan baterai akan menjadi hal paling krusial dalam semua kendaraan listrik," katanya.Â