Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tetap akan menggelar mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober 2020. Di mana 32 serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa mogok kerja nasional ini. Mogok kerja ini untuk menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan, mogok kerja nasional ini dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4. Dalam aturan ini disebut bahwa fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata Said dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).
Advertisement
Mogok nasional ini akan diikuti 2 juta buruh dari rencana sebelumnya adalah 5 juta buruh. Buruh yang akan mogok kerja nasional ini meliputi sektor industi seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen.
Selain itu juga sektor elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.
Adapun sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan ikut mogok nasional antara lain Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan. Berikutnya adalah Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.
Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.
“Jadi provinsi-provinsi yang akan melakukan mogok nasional adalah Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat,” tegasnya.
Dalam aksi mogok nasional, buruh akan menyuarakan tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, antara lain tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.
“Sementara itu, terkait dengan PHK, sanski pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003,” pungkasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pemerintah Klaim UU Cipta Kerja Mampu Ciptakan Lapangan Kerja Baru
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyambut baik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang telah mengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Menurutnya keputusan ini tepat dan sejalan dengan Pidato Pelantikan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2019 lalu.
Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk dapat keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan adanya bonus demografi. Namun untuk merealisasikan hal tersebut Indonesia dihadapkan pada tantangan besar. Salah satunya adalah bagaimana kesiapan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja.
Menurut Airlangga, salah satu cara untuk meyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyakan adalah dengan menarik investasi baik dalam maupun luar negeri. Namun permasalahan yang seringkali ditemui adalah masih banyak aturan yang tumpang tindih dan mempersulit.
“Namun tantangan terbesar adalah bagaimana kita mampu menyediakan lapangan kerja dengan banyaknya atauran atau hiper regulasi kita memerlukan penyederhanaan sinkronisasi,” kata Airlangga dalam sidang Paripurna, di Jakarta, Senin (5/10/2020).
Atas dasar itu, kehadiran UU Cipta Kerja bisa menurutnya bisa menjadi solusi. Karena dengan adanya UU Cipta Kerja ini bisa menghapus dan menyederhanakan UU yang mempersulit investasi.
“Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah atau merevisi beberapa UU yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta oeningkatan efektivitas birokrasi,” jelasnya.
Advertisement