Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung UMM dan dunia usaha pasca wabah pandemi Covid-19.
Program-program itu butuh dukungan kebijakan lain untuk saling bersinergi menguatkan. Dia pun bersyukur DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna Senin, 5 Oktober 2020 kemarin.
Baca Juga
"Kita membutuhkan dunia usaha yang berkembang, dunia usaha yang bergerak, dan kita bersyukur bahwa kemarin telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurnanya yang kita sebut dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja," kata Suahasil dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) 2020 yang digelar virtual, Selasa (6/10/2020).
Advertisement
Suahasil menilai, UU Cipta Kerja bakal menyederhanakan, menyelaraskan dan banyak memangkas peraturan-peraturan. Dengan begitu, ia berharap hal tersebut akan menyediakan lebih banyak investasi untuk dunia usaha hingga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
"Jadi Undang-Undangnya adalah mengenai yang ujungnya adalah cipta kerja, menciptakan lapangan pekerjaan untuk Indonesia, dunia usaha yang bekerja untuk Indonesia, bekerja untuk melakukan penyerapan tenaga kerja," ujarnya.
Selain itu, ia menyampaikan UU Cipta Kerja yang telah diputuskan sebentar lagi bakal diedarkan. Suahasil menyatakan, pemerintah akan fokus dalam operasionalisasi aturan tersebut untuk bisa mencapai tujuan utamanya dalam menarik investasi dan membuka lapangan kerja.
"Kami di pemerintah tugasnya adalah menyelesaikan seluruh peraturan yang dibutuhkan untuk mengoperasionalkan. Bukan menambah peraturan baru, tapi mengoperasionalkan yang simpel ini, supaya dia betul-betul berjalan dengan lebih baik," tutur dia.
"Kita juga mengharapkan dengan Omnibus Cipta Kerja ini maka dunia usaha akan bergerak, dan penciptaan tenaga kerja akan banyak. Ini menjadi PR kita semua," tandasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bukan Tarik Investasi, Omnibus Law UU Cipta Kerja Justru Buka Peluang Eksploitasi
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada Senin kemarin. Omnibus Law UU Cipta Kerja ini dimaksudkan untuk menopang ekonomi Indonesia melalui investasi.
Namun, Sejumlah ekonom justru mengatakan sebaliknya. Alih-alih menjadi ladang investasi untuk menimba untung sebesar-besarnya, Executive Director at Indonesia Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menilai Indonesia hanya akan menjadi sasaran eksploitasi bagi negara besar.
“Bagi China, melalui UU ini Indonesia akan dengan mudah menjadi lahan eksploitasi segala jenis sumber daya alam yang akan menopang semakin meraknya industrialisasi di China. Mulai dari batu bara, bijih besi, sampai Nikel. Jadi investor yang akan datang dari China, akan sangat terkait dengan kepentingan untuk menjaga kedigdayaan China dalam supply chain dunia, bukan untuk membuat Indonesia menerima manfaat sebesar-besarnya,” kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (6/10/2020).
Hal ini, lanjut Ronny, diperparah dengan kondisi politik Indonesia yang menurutnya tidak jelas. Sementara investor dari negara besar lainnya seperti AS, sangat sensitif terhadap isu politik dan geopolitik negara di mana mereka akan berinvestasi.
“Nah, terkait posisi Indonesia yang kurang jelas dalam konstelasi perang dagang, baik soal Huawei, Tiktok, dan Wechat, soal Uighur, soal Hong Kong, soal Taiwan, soal Laut China Selatan, dan lainya. Maka sudah bisa diperkirakan bahwa Indonesia belum akan menjadi prioritas dalam perpindahan investasi Amerika dari China,” kata dia.
Dalam kesempatan yang berbeda, Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara mengutarakan hal serupa. Ia menilai, Omnibus Law UU Cipta Kerja ini tidak lantas membuat tren investasi meningkat secara signifikan. Terlebih saat ini Indonesia berada dalam ambang resesi. Dimana situasi ekonomi mengalami ketidakpastian, baik dari dalam maupun luar negeri.
Juga pencabutan sejumlah hak pekerja dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja ini, dapat mempengaruhi persepsi investor khususnya dari negara maju, terhadap Indonesia. Sebab, di negara maju sangat menjujung tinggi hak pekerja.
“Bahkan dengan dicabutnya hak hak pekerja dalam omnibus law, tidak menutup kemungkinan persepsi investor khususnya negara maju jadi negatif terhadap indonesia. Investor di negara maju sangat menjunjung fair labour practice dan decent work dimana hak hak buruh sangat dihargai bukan sebaliknya menurunkan hak buruh berarti bertentangan dengan prinsip negara maju,” jelas Bhima.
Advertisement