Liputan6.com, Jakarta - Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal memaparkan, pemerintah memperpanjang insentif perpajakan yaitu PPh seperti yang diatur dalam PP Nomor 29 Tahun 2020. Perpanjangan ini berlaku sampai dengan Desember 2020.
Perpanjangan isentif ini masuk dalam PMK 143/2020 yang mengatur perpanjangan periode pemberian insentif pajak atas barang dan jasa untuk penanganan pandemi Covid-19.
Dalam aturannya, fasilitas perpajakan yang diperpanjang hingga Desember 2020 adalah PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah, Pegawai dengan penghasilan bruto kurang dari Rp 200 juta, lalu fasilitas Impor untuk tujuan ekspor, dan Kawasan Berikat yang ditanggung Pemerintah.
Advertisement
“Pajak Penghasilan UMKM Ditanggung Pemerintah, yang didalamnya menyangkut Badan Usaha dengan omzet kurang dari Rp 4,8 miliar, ditanggung oleh Pemerintah sampai Desember 2020,” kata Yon dalam Virtual International Tax Conference 2020 “Current Updates of International Tax Development”, Selasa (6/10/2020).
Selanjutnya, Pemerintah juga melakukan pengurangan 50 persen Angsuran PPh Pasal 25, kepada 1.013 Jenis Usaha, fasilitas Impor Tujuan Ekspor, dan Kawasan Berikat, sampai dengan Desember 2020.
Serta pembebasan PPh Pasal 22 Impor terhadap 721 Jenis Usaha, dan PPN Preliminary Refund, PPN over-payment kurang dari Rp 5 miliar terhadap 716 jenis usaha.
Kemudian, Pemerintah juga mengatur perpanjangan periode pemberian insentif pajak atas barang dan jasa untuk penanganan pandemi Covid-19.
Diantaranya pengurangan Penghasilan Kena Pajak, 30 persen dari biaya produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Lalu, sumbangan untuk Badan Penanggulangan Bencana Nasional atau Daerah, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan lembaga pemerintah lainnya
Termasuk pajak Penghasilan Nol Persen, Honorarium dan remunerasi lain untuk tenaga medis kompensasi pemerintah atas penggunaan aset untuk menangani pandemi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Penerimaan Pajak Diprediksi Kurang Rp 500 Triliun dari Target APBN 2020
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasi Nazara memproyeksikan Shortfall atau selisih penerimaan pajak dari target APBN 2020 bakal mencapai Rp 500 triliun.
"Penerimaan pajak kita perkirakan Rp 500 riliun tidak akan terkumpul. Artinya kegiatan ekonominya turun dan pemerintah juga memberikan isentif-insentif pajak. Rp 500 triliun kita perkirakan dari anggaran tahun ini tidak akan kita terima," tuturnya dalam sesi teleconference, Selasa (6/10/2020).
Namun di sisi lain, Suahasi mengungkapkan, pemerintah tidak bisa menurunkan belanja negara. Menurut dia, hal tersebut harus di-support dan dinaikan untuk menunjang program pemulihan ekonomi nasional, sehingga postur belanja di APBN meningkat sekitar Rp 200 triliun.
"Kita lakukan defisit APBN menjadi 6,3 persen dari PDB atau sekitar Rp 1.000 triliun. Itu semua ditetapkan dalam bentuk UU Nomor 2 Tahun 2020," jelas dia.
Dengan kondisi defisit seperti ini, pemerintah disebutnya bakal fokus membantu perekonomian sehingga negara bisa lanjutkan proses pemulihan. Langkah ini dilakukan guna mengobati kontraksi ekonomi di kuartal II 2020 yang negatif 5,32 persen.
"Kita berharap di kuartal III ada pemulihan ekonomi. Mungkin angkanya masih kontraksi, tapi lebih rendah. Kita tunggu angka dari BPS (Badan Pusat Statistik). Sampai kuartal IV pemerintah terus support dari perekonomian," ungkapnya.
Suahasil menceritakan, pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal kedua kemarin terjadi lantaran situasi pandemi yang sangat buruk pada April-Mei 2020. Situasinya perlahan mulai berubah ketika mulai ada kegiatan ekonomi di periode Juni-Juli 2020.
"Kegiatan ekonomi mulai meningkat pada bulan Agustus, meski di satu dua titik ada peningkatan Covid-19, tapi ini bagian dari pemulihan. Dengan pemulihan kita berharap di kuartal III ada perbaikan dari pertumbuhan ekonomi," ujar Suahasil.
Advertisement