Liputan6.com, Jakarta - BUMN pangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) tengah berulang tahun yang ke-56 hari ini, Senin (12/10/2020). Dalam perayaan hari jadinya, RNI turut meluncurkan rebranding produk gula mereka, Raja Gula.
Direktur Utama PT RNI Eko Taufik Wibowo menyatakan, langkah rebranding ini dilakukan untuk memancing BUMN anggota klaster pangan untuk memiliki brand pangan sendiri.
"Sebenarnya rebranding produk gula kami hanya pancingan untuk seluruh anggota klaser, bahwa kita harus punya brand sendiri. Negara kita, masyarakat kita mulai dari produsen, UMKM dan lain-lain harus pakai produk BUMN. Kami, RNI, mulai memberdayakan talenta muda untuk hal seperti ini," ujar Eko dalam acara HUT RNI ke-56 secara virtual.
Advertisement
Eko menjelaskan, klaster BUMN pangan dibentuk untuk menjaga stabilitas ketersediaan dan keterjangkauan pangan secara terintegrasi dan end-to-end.
Ke depannya, produk lain juga akan memiliki brand sendiri, mulai dari minyak goreng hingga beras, dan produk-produk tersebut akan tersinergi dengan seluruh BUMN di klaster pangan.
"Mungkin nanti tiap bulan atau tiap minggu kita launching produk baru, tidak hanya dari RNI tapi juga dari anggota klaster pangan yang lain," ujarnya.
Sementara di HUT RNI ke-56 ini, Eko bercerita jatuh bangunnya perusahaan dalam menjalankan fungsi sebagai BUMN pangan. Perannya yang vital dipenuhi dengan dinamika namun hingga saat ini, RNI terus bertahan dengan kinerja yang semakin baik.
Ke depannya, RNI sebagai ketua klaster pangan dan anggota lainnya berkomitmen menjalankan amanah yang lebih besar dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia.
"Memang RNI sebagai pemimpin klasternya, tapi ke depan kita akan bahu membahu menjalankan amana untuk memastikan ketersediaan pangan di Indonesia," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
RNI Pastikan Ventilator dan Masker Buatan Dalam Negeri Lebih Murah
Direktur Pengembangan dan Pengendalian Usaha PT RNI Febriyanto menyatakan, pihaknya tengah mendorong produksi ventilator dan masker dalam negeri untuk membantu mempercepat penanganan Covid-19.
Ventilator dan masker tersebut dipastikan memiliki harga yang lebih murah dari produk impor. Ventilator misalnya. Salah satu perakitan ventilator dalam negeri dilakukan bekerjasama dengan PT Rekacipta Inovasi ITB dan anaka usaha RNI, PT Mitra Rajawali Banjaran (MRB) dan sudah mulai diproduksi.
"Kalau pandemi ventilator harganya Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar dan dapatnya juga rebut-rebutan, sekarang ini harganya kalau saya tidak keliru bis kita tekan sampai Rp 25 juta. Ini luar biasa sangat berperan membantu terdampak Covid-19," ujar Febriyanto dalam paparannya di webinar Ngopi BUMN, Kamis (25/9/2020).
Febriyanto juga bilang, penggunaan bahan baku lokal menekan harga produk jadi ventilator, demikian pula masker. Bahan baku masker medis (3-ply) yang biasa digunakan memang masih impor, namun dengan beberapa business process di pabrik RNI yang melibatkan produk lokal, maka harganya bisa ditekan.
Dirinya memahami, pada saat awal pandemi, fluktuasi harga alat kesehatan sangat tidak wajar. Hal itu, menurutnya, memang bagian dari hukum ekonomi dimana ketika permintaan lebih tinggi, maka harga barang akan naik.
Kendati, pihaknya memastikan, harga produk alat kesehatan sudah lebih stabil karena supply bahan baku cukup melimpah, ditambah dengan proses produksi alat kesehatan yang dilakukan di dalam negeri.
"Sehingga masuk ke kita harga relatif lebih mudah, ditambah proses produksi di dalam negeri itu menyebabkan harga pokok bisa kami tekan sehingga harga (alkes seperti masker dan ventilator) bisa lebih kompetetif dibandingkan dengan masker medis yang sekarang beredar di pasaran," kata Febriyanto.
Advertisement