Sukses

Petani Beromzet Besar Bakal Kena Pajak

Rasio perpajakan Indonesia mengalami tekanan cukup dalam, bahkan diperkirakan hanya tumbuh 8 persen sepanjang 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pandei Covid-19, pemerintah berusaha agar penerimaan pajak tak anjlok cukup dalam. pemerintah pun memutar otak untuk meningkatkan rasio perpajakan atau tax ratio di tahun ini.

Seperti diketahui, rasio perpajakan Indonesia mengalami tekanan cukup dalam, bahkan diperkirakan hanya tumbuh 8 persen sepanjang 2020.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, pihaknya terus menjalankan reformasi perpajakan guna mendorong rasio perpajakan. Bahkan pemerintah akan memulai memajaki sektor yang selama ini belum dipajaki.

"Selain sektoral, ada semacam sektor yang selama ini juga makin tidak terpajaki itu adalah sektor digital, di situ pentingnya pengenaan pajak digital," kata dia dalam video conference di Jakarta, Senin (12/10/2020).

Dia mengharapkan, pengenaan pajak digital bisa segera dimulai karena konsumsi masyarakat mengarah ke digital semua. Sehingga jika sektor tersebut dibiarkan begitu saja, maka mau tidak mau penerimaan perpajakan akan tertekan. "Itu respons kita menghadapi perubahan," singkat dia.

Pemerintah juga ingin menyasar pengenaan pajak yang selama ini belum tersentuh, yakni sektor pertanian. Selama ini, pemerintah menyadari memang tidak memajaki para petani yang memiliki lahan kecil. Namun, pemerintah ingin memastikan petani yang omzetnya cukup besar sekitar Rp 2 miliar harus bayar pajak dengan disiplin.

"Ini memang meningkatkan basis pajak tidak mudah, membutuhkan administrasi dan effort luar biasa dari DJP. Ini akan terus dilakukan untuk meningkatkan tax ratio dari sektor yang rendah," kata dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Berbagai Cara Pemerintah Demi Tingkatkan Rasio Pajak

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu menyadari penerimaan perpajakan di 2020 akan mengalami tekanan cukup dalam. Akibatnya rasio pajak atau tax ratio akan semakin rendah.

"Tax rasio memang akan cukup tertekan dalam 2020 mungkin berada di sekitar 8 persen," kata dia dalam diskusi virtual di Jakarta, Senin (12/10/2020).

 

Dia mengatakan, jika penerimaan pajak dan rasio pajak rendah maka menjadi risiko terhadap Anggaran Pendapata dan Belanja Negara (APBN) kita. Karena secara ortomatis akan menyebabkan tekanan defisit cukup besar.

"Kalau penerimaan perpajakan tida bisa keep up itu menjadi risiko fiskal, itu menajdi risiko, defisit lebar dan surat utang kita tidak diminati inevstor karena tercermin tentang risiko fiskal," imbuhnya.

Febrio mengatakan, saat ini Pemerintah Indonesia dihadapkan dengan dua tantangan. Pertama dihadapka pada perlambatan ekonomi cukup tajam akibat pandemi Covid-19. Imbasnya aktivtas ekonomi banyak terhenti, banyak perusahan rugi, sehingga penerimaan perpajakan akan sangat koreksi tahun ini

Kemudian kedua, pemerintah melihat kemampuan dalam memberikan insentif harus selalu dicocokan dengan kemampuan menciptakan aktivtas ekonomi tambahan. Apakaah perekonomian jadi lebih cepat dengan insentif itu atau justru sebaliknya.

Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja sendiri, pemerintah sudah jelas memberikan insentif pajak. Dalam bentuk yang sudah diperkenalkan di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. PPh badan diturunkan dari 25 jadi 20. Dan kalau yang IPO turun lagi 3 persen.

"Itu tujuannya untuk menarik inevstasi lapangan kerja baru supaya aktivitas ekonomi tumbuh lebih cepat. Dan itu dilakuakn dalam konteks membandingkan dengan negara lain supaya pastikan paling tidak dalam hal perpajakan kita memang cukup bersaing," jelas dia.