Sukses

Perhitungan Upah Buruh Seharusnya Berdasarkan Produktivitas Sektor Usaha

Pengaturan upah berdasarkan produktivitas per sektor, agar tidak terjadi tumpang tindih.

Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang (UU) 13 Tahun 2003 dan PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, pengaturan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) mengatur perhitungan upah berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Namun dalam UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah bersama DPR pada 5 Oktober 2020 lalu, kata “dan” diubah menjadi “atau” yakni perhitungan upah mengacu pada pilihan pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

Perubahan kata ini mendapat kritikan dari para buruh. Bahkan buruh akan melakukan aksi besar-besaran kembali dan menggugat UU Cipta Kerja tersebut melalui jalur hukum jika pemerintah tidak mengubah perhitungan upah ini. 

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad pun mengusulkan, agar pengaturan upah berdasarkan produktivitas per sektor, agar tidak terjadi tumpang tindih.

“Menurut saya justru dikaitkan dengan produktivitas yang bisa mengikuti perkembangan dari dinamika sektor. Saya setuju upah sektoral menjadi sangat penting dan dikaitkan dengan industri masing-masing,” kata Tauhid kepada Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).

Ia menilai produktivitas di setiap sektor berbeda, misalnya saat ini sektor Telekomunikasi sedang naik sedangkan sektor lain turun seperti industri tekstil banyak yang tutup. Jika upah semua sektor disamakan maka akan menyebabkan dampak untung-rugi antara pengusaha dan buruh.

Ruginya untuk perusahaan nantinya akan bangkrut, dan dampaknya terhadap pekerja atau buruh yang terpaksa di PHK lantaran perusahaan sektor tertentu mengalami kerugian akibat peraturan pengupahan yang tidak tegas.

“Saya kira jauh lebih baik perhitungan upah dikaitkan dengan produktivitas dan itu berlaku di banyak negara. Pekerjaan berat adalah kita menurunkan inflasi serendah mungkin, inflasi kitakan rata-rata 3 persen. Berarti produktivitas itu macam-macam, produktivitas inflasinya ada yang 4 persen bahkan lebih tinggi yang diserahkan kepada sektor masing-masing,” jelasnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Perkembangan Perusahaan

Kemudian, Ketika suatu sektor lagi turun maka upah pun mengikuti perkembangan perusahaan. Jadi secara akumulatif nanti semua sama-sama untung. Misalnya Ketika perusahaan lagi untung pekerja juga untung.

“Saat pengusaha lagi untung banget tapi buruhnya hanya dikasih 5 persen kenaikan gaji kasihan buruhnya. Tapi Ketika perusahaan rugi banget buruh tetap minta upah naik hingga 5-8 persen ya kasihan perusahaan lama-lama juga akan tutup. Nah konsep ini yang menurut saya penting,” ujarnya.

Oleh karena itu, Tauhid mengusulkan kepada Pemerintah agar tegas dalam menentukan peraturan upah bagi pekerja, agar kedua belah pihak antara buruh dan pengusaha saling diuntungkan, dan tidak ada istilah berat sebelah.

“Iya, kalau “atau” biasanya yang dapat tambahan 5 persen bisa saja dengan “atau” bisa plus bisa minus pendapatannya itu tidak tegas. Usul saya inflasi plus produktivitas itu jauh lebih pas,” pungkasnya.