Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia. Per 12 Oktober, nilai tukar Rupiah kembali menguat 1,22 persen (ptp) atau 0,34 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2020.
“Pada September 2020, Rupiah tercatat melemah 2,13 persen (ptp) dipengaruhi tingginya ketidakpastian pasar keuangan, baik karena faktor global maupun faktor domestik. Pada awal Oktober 2020, nilai tukar Rupiah per 12 Oktober kembali menguat 1,22 persen (ptp) atau 0,34 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2020,” terang kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - September 2020, Selasa (13/10/2020).
Perry menjelaskan, penguatan Rupiah pada Oktober 2020 didorong kembali masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik. Dimana hal tersebut dipengaruhi meningkatnya likuiditas global dan tetap terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Advertisement
“Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 12 Oktober 2020 mencatat depresiasi sekitar 5,56 persen dibandingkan dengan level akhir 2019,” kata dia.
Ke depan, Bank Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar.
“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” jelas Perry.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Donald Trump Lebih Pengaruhi Rupiah ketimbang Bank Indonesia
Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa, 13 Oktober 2020 pukul 14.00 WIB. Bank sentral diperkirakan bakal tetap mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4 persen.
Sejumlah analis menilai, keputusan tersebut tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebaliknya, pelaku pasar lebih menanti kesepakatan stimulus dari Negeri Paman Sam.
Seperti diketahui, pada Minggu (11/10/2020), pemerintah Donald Trump meminta kongres untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Bantuan Covid-19 yang sebelumnya sempat ditolak. Proposal stimulus dari Gedung Putih tersebut senilai USD 1,8 miliar, lebih rendah dari usulan Dewan Kongres AS yang sebelumnya meminta USD 2,2 miliar.
Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, pelaku pasar dalam negeri justru lebih mewaspadai aksi dari putusan eksternal tersebut.
"Ketidakpastian stimulus fiskal AS bisa memberikan tekanan ke nilai tukar emerging markets yang notabene aset berisiko terhadap dollar AS hari ini," jelas Ariston kepada Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).
Akibat sentimen tersebut, ia memprediksi, rupiah pada Selasa hari ini akan melemah dengan potensi kisaran Rp 14.650-14.800 per dolar AS, termasuk adanya aksi demonstrasi dari PA 212.
Sementara terkait hasil RDG BI, Ariston menyatakan itu tak akan berdampak besar pada kurs rupiah. Sebab pasar telah memperkirakan suku bunga acuan tetap bertahan di kisaran 4 persen.
"Mungkin gak terlalu signifikan karena suku bunga tetap sudah diperkirakan sebelumnya," kata Ariston.
Senada, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan, rupiah berpotensi terus bergerak melemah, terutama akibat ketidakpastian stimulus penanganan Covid-19 dari Pemerintahan Donald Trump.
"Rupiah saat ini memang masih melemah. Pelemahan mata uang rupiah itu disebabkan oleh masalah eksternal, terutama soal stimulus di Amerika (Serikat)," ujar Ibrahim.
Advertisement
Dibayangi Aksi Demo, Rupiah Melemah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pembukaan perdagangan Selasa awal pekan ini.
Mengutip Bloomberg, Selasa (13/10/2020), rupiah dibuka di angka 14.695 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.700 per dolar AS. Hingga pukul 10.30 WIB rupiah berbalik melemah hingga berada di level 14.743 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.695 per dolar AS hingga 14.746 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,32 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.793 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.746 per dolar AS.
"Rupiah akan mendapatkan "market mover" dari peristiwa dalam negeri hari ini. Pelaku pasar akan mewaspadai aksi demo yang terjadi hari ini," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (13/10/2020).
Menurut Ariston, demo yang terkendali bisa menopang rupiah dan sebaliknya demo yang kisruh dapat menjadi sentimen negatif.
"Sementara dari eksternal, ketidakpastian stimulus fiskal AS bisa memberikan tekanan ke nilai tukar emerging markets yang notabene aset berisiko terhadap dolar AS hari ini," ujar Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah bergerak melemah di kisaran Rp14.650 per dolar AS hingga Rp14.800 per dolar AS.
Pada Senin (12/10) lalu, rupiah ditutup stagnan di level Rp14.700 per dolar AS, sama seperti posisi pada akhir pekan lalu.