Sukses

Dipicu Demo UU Cipta Kerja, Rupiah Ditutup Melemah

Mata uang rupiah ditutup melemah tipis 25 point ke level level 14.725 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang rupiah ditutup melemah tipis 25 point. Ini sesuai prediksi di level 14.725 dari penutupan sebelumnya di level 14.700 walaupun dalam perdaganga pagi sempat melemah 45 pont.

Dalam perdagangan besok pagi, mata uang rupiah kemungkinan akan terjadi fluktuatif. Namun ditutup melemah terbatas sebesar 5-30 point di level 14.700-14.750.

Direktur PT.TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi menilai, kondisi ini dipicu Pasar sedang memantau demontrasi UU Omnibus Low siang tadi. Pihak keamanan terus bersiaga dan mengawal demonstarsi agar tidak ada pihak penyusup yang memanfaatkan situasi tersebut. Sehingga demonstrasi berjalan lancar dan tidak terjadi anarkisme.

"Keamanan yang ketat menambah kepercayaan pasar sehingga apa yang ditakutkan oleh pasar akan terjadi huru hara menjadi sirna," tutur Ibrahim dalam siaran persnya, Jakarta, Selasa (13/10).

Disamping itu, UU Omnibus Low yang sudah di setujui DPR dan di syahkan oleh Pemerintah. Hal ini kata dia akan membawa berkah bagi perkembangan ekonomi dimasa mendatang. Ini merupakan sejarah baru bagi Indonesia yang telah memiliki UU Omnibus Low di mana Indonesia yang akan mengalami resesi di masa pandemi covid-19.

Selain itu Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12-13 Oktober 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4 persen. BI sudah menahan bunga acuan ini 4 bulan berturut-turut.

"BI memandang bunga acuan tersebut masih inline dalam mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19," kata dia.

Alasan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga karena pertumbuhan ekonomi dunia terus membaik yang dipengaruhi stimulus fiskal negara maju antara lain AS. Perbaikan ekonomi global juga didukung oleh pemulihan ekonomi China sebagai dampak stimulus fiskal dan berkurangnya Covid-19 dan meningkatkan investasi manusia di tengah tertahannya ekonomi negara lainnya.

Sementara itu dari sisi eksternal ada beberapa investor dengan keras kepala berpegang pada harapan langkah-langkah stimulus AS yang besar untuk menopang ekonomi yang dilanda Covie-19 setelah pemilihan presiden 3 November. Tetapi investor lain skeptis Partai Republik dan Demokrat akan mencapai konsensus dan meloloskan langkah-langkah sebelum pemilihan.

Partai Demokrat Joe Biden terus memperlebar keunggulannya melawan Presiden Donald Trump. Kemenangan Biden diharapkan membawa langkah-langkah stimulus besar.

"Jika Biden menang atas Trump pada 3 November, janji kampanyenya untuk menaikkan pajak perusahaan dipandang negatif bagi greenback karena akan mengurangi pengembalian dari investasi di AS," tutur Ibrahim.

Selain itu kondisi pasar juga dipengaruhi harapan untuk kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa. Hanya dua hari tersisa sampai tenggat waktu yang diberlakukan Perdana Menteri Boris Johnson pada 15 Oktober.

Hal ini melebihi kekhawatiran atas pembatasan Covid-19 baru Johnson pada Senin lalu. Dia melibatkan sistem tiga tingkat penguncian lokal 6 yang berakibat memberikan tekanan lebih lanjut pada perekonomian.

Faktor lainnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menganjurkan negara untuk mengkarantina wilayah atau lockdown sebagai mengendalikan wabah virus corona.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Urusan Pandemi COVID-19, dr. David Nabarro di Inggris, meminta semua pemimpin dunia untuk berhenti melakukan penguncian wilayah sebagai cara mengendalikan pandemi Covid-19.

Sebab, hal itu akan berdampak langsung pada perekonomian dan menyebabkan kemiskinan tingkat dunia meningkat. Dia mencontohkan sektor pariwisata yang ambruk akibat kebijakan penguncian wilayah (lockdown).

"Lockdown hanya memberikan satu konsekuensi yang tidak boleh diremehkan, yaitu membuat masyarakat miskin menjadi jauh lebih miskin," kata Nabarro.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Per 12 Oktober, Rupiah Telah Menguat 1,22 Persen

Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia. Per 12 Oktober, nilai tukar Rupiah kembali menguat 1,22 persen (ptp) atau 0,34 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2020.

“Pada September 2020, Rupiah tercatat melemah 2,13 persen (ptp) dipengaruhi tingginya ketidakpastian pasar keuangan, baik karena faktor global maupun faktor domestik. Pada awal Oktober 2020, nilai tukar Rupiah per 12 Oktober kembali menguat 1,22 persen (ptp) atau 0,34 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2020,” terang kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - September 2020, Selasa (13/10/2020).

Perry menjelaskan, penguatan Rupiah pada Oktober 2020 didorong kembali masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik. Dimana hal tersebut dipengaruhi meningkatnya likuiditas global dan tetap terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik.

“Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 12 Oktober 2020 mencatat depresiasi sekitar 5,56 persen dibandingkan dengan level akhir 2019,” kata dia.

Ke depan, Bank Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar.

“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” jelas Perry.