Sukses

Kemnaker Beberkan Penyebab Munculnya Aksi Penolakan UU Cipta Kerja

Aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja terjadi karena adanya distorsi ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indahsari menilai aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja terjadi karena adanya distorsi ekonomi. Banyak poin-poin dalam undang-undang tersebut yang diinformasikan keliru sehingga menyulutkan orang-orang turun ke jalan.

"Demo serikat pekerja yang bergelombang ini kan beberapa sebabnya karena distorsi ekonomi," kata Dita dalam Webinar bertajuk UU Cipta Kerja dan Dampaknya Bagi Kepentingan Publik, Jakarta, Selasa (13/10).

Dita menegaskan banyak informasi beredar di masyarakat yang tidak sesuai dengan isi undang-undang Cipta Kerja yang baru disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu. Dia pun mengaku sempat dibuat kesal dengan isu yang beredar dan membuat ingin ikut turun ke jalan.

Setelah mengecek langsung isi undang-undang tersebut, dita menyebut banyak informasi keliru. Sayangnya, tidak semua orang bisa mendapatkan akses yang sama untuk memeriksa kebenarannya. Hal ini lah yang ternyata menyulutkan emosi di masyarakat.

"Kebetulan kita memiliki info cukup dan menyeleksi informasi yang masuk. Tapi akses itu belum tentu dimiliki orang lain," kata dia.

Maka tak heran banyak serikat pekerja yang ikut aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja beberapa hari belajangan ini hanya ikut-ikutan. Ikut turun ke jalan semata karena solidaritas. Meski begitu, dia meyakini para pekerja yang tergabung dalam serikat tidak bermaksud melakukan aksi unjuk rasa yang diakhiri dengan tindakan anarkis.

"Serikat pekerja ini banyak yang ikut-ikutan atau karena solidaritas di kalangan mereka dan itu hal biasa saja, yang penting bukan anarkis. Kalau dari serikat pekerja itu tidak ke sana arahnya," tutur Dita.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Gelar Sosialisasi UU Cipta Kerja, Menaker Kumpulkan Serikat Pekerja dan Pengusaha

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah terus menyosialisasikan UU Cipta Kerja ke berbagai lapisan masyarakat, tak tanggung ia mengundang 70 perwakilan dari serikat pekerja dan pengusaha yang menjadi peserta Pelatihan Keterampilan Bernegosiasi bagi Pelaku Hubungan Industrial di Yogyakarta.

Menurutnya, akibat pandemi covid-19, pengangguran di Indonesia bertambah menjadi 6,9 juta orang, dan 3,5 jutanya adalah korban PHK. Padahal setiap tahun ada pertambahan 2,9 juta penduduk usia kerja baru. Total hampir 10 juta untuk tahun 2020 saja.

“Maka di dalam UU Cipta Kerja banyak syarat-syarat kemudahan berusaha kami cantumkan. Misalnya, pendirian UMKM dipermudah menjadi berbasis pendaftaran saja, tidak perlu ijin, agar tidak lama dan mahal,” kata Ida sosialisasi UU Cipta Kerja secara virtual, Selasa (13/10/2020).

 Kemudian, kata Ida dengan UU Cipta Kerja mendirikan koperasi cukup 5 orang saja, mendirikan PT juga disederhanakan, cukup 1 orang saja. Agar UMKM dapat menjadi badan hukum sehingga bisa bankable. Bisa dapat kredit.

Ida menambahkan bahwa kemampuan dunia usaha tidak sama. Ada usaha besar, usaha menengah dan usaha kecil. Jika pesangon terlalu tinggi, upah terlalu tinggi, dan waktu kerja terlalu kaku, maka usaha kecil menengah sulit tumbuh.

“Itulah sebabnya kita buat aturan yang juga mencerminkan solidaritas kepada industry yang kecil. Ya UU Cipta Kerja itu,” katanya.

Adapun yang hadir dalam forum itu sejumlah pimpinan serikat pekerja tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga perusahaan. Antara lain dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) dan sejumlah serikat tingkat perusahaan, khususnya perhotelan.

Acara tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan para stakeholder untuk berdialog dan berunding.    

3 dari 3 halaman

Cegah Polemik, Pemerintah Diminta Segera Keluarkan Draft Final UU Cipta Kerja

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengaku bingung atas pernyataan pemerintah terkait maraknya hoaks atas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menyusul pemerintah masih enggan menyampaikan draf final UU anyar kepada publik.

"Kalau hoax, mana draf finalnya. Tolong sesegera mungkin disampaikan secara resmi, mana draf final yang resmi disampaikan oleh DPR," ujar Enny dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (10/10/2020).

Untuk itu, dia menilai seharusnya saat ini pemerintah dapat segera menyampaikan draf Undang-Undang Cipta Kerja kepada masyarakat luas. Imbasnya dapat menciptakan keterbukaan informasi publik sekaligus memperkuat pernyataan pemerintah terkait adanya hoaks.

"Ini harus dibuka. Supaya yang kita perdebatkan sesuatu yg konstruktif. Bukan hanya masyarakat menganggap itu pencitraan atau masyarakat yang dianggap anarki dan ada agenda politik," terangnya.

Lebih jauh, dia juga mengkritisi transparansi oleh DPR RI ataupun pemerintah selama proses penyusunan, pembahasan, sampai pengesahan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. Lalu, klaim atas pelibatan semua pihak terkait juga dianggap hanya untuk pencitraan semata.

"Jadi, paradoks adalah kalau tujuannya semulia itu, mengapa pembahasannya seolah sembunyi-sembunyi. Kesannya kayak gerabak-gerubuk," tandasnya.