Liputan6.com, Jakarta - DPR telah selesai menyunting draf omnibus law UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah direstui dalam rapat paripurna pada 5 Oktober 2020. UU Cipta kerja yang seluruhnya mencapai 812 halaman tersebut siap diserahkan kepada Presiden untuk ditandatangani.
"Saat ini RUU tersebut telah siap untuk dikirim dan untuk selanjutnya mendapatkan tanda tangan presiden," kata Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin di Kompleks Parlemen Senayan, pada Selasa 13 Oktober 2020.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan, serikat buruh akan segera mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah UU Cipta Kerja tersebut telah resmi ditandatangani dan resmi bernomor.
Advertisement
"Kita sedang mempersiapkan gugatan uji materi, segera ada nomornya kita akan masukkan ke Mahkamah Konstitusi," kata ELly kepada Liputan6.com, Rabu (14/10/2020).
Menurutnya, draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman perlu dibaca ulang dengan teliti. Alasannya, kemungkinan ada permainan penggunaan kata "dan" dengan "atau" sehingga menghilangkan substansi sebelumnya.
"Harus dibaca dengan teliti karena perubahan “dan” menjadi “atau” bisa membawa makna yang berbeda. Tidak ada yang bisa menjamin apakah UU yang diserahkan ke Pak Jokowi adalah draft yang semestinya karena masih diedit-edit walaupun sudah disahkan tanggal 5 Oktober lalu," jelasnya.
KSBSI mempersiapkan uji materi dan mengkritisi serta menyoroti 4 poin utama dalam UU Cipta Kerja yang memang berpegang teguh pada hak sebenarnya layak didapatkan buruh, diantaranya terkait upah, kontrak kerja, outsourcing (alih daya) dan pesangon.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Alasan DPR soal Draf Final UU Cipta Kerja Jadi 812 Halaman
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menjawab simpang siur yang terjadi mengenai jumlah halaman Undang-Undang Cipta Kerja yang sebenarnya.
Pada giliran pertama, Azis Syamsuddin menegaskan bahwa UU Cipta Kerja yang resmi hanya berisi 488 halaman. Namun, apabila ditambah dengan jumlah halaman penjelasan UU Omnibus Law tersebut, totanya menjadi 812 halaman.
"Kalau sebatas pada UU Cipta Kerja, hanya sebatas 488 halaman. Ditambah penjelasan menjadi 812 halaman," kata Azis dikutip dari Antara, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Azis menjelaskan bahwa pada saat pembahasan di Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, margin kertas masih ukuran biasa (A4).
Kemudian, ketika draf dibawa ke Sekretariat Jenderal DPR RI, ketentuan margin harus mengikuti standar yang disepakati oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka margin kertas diganti menjadi ukuran Legal.
Itulah mengapa pernyataan Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar, yang dikutip oleh media massa mengatakan bahwa UU Cipta Kerja berisi 1.035 halaman.
Azis langsung menelpon Sekjen DPR RI untuk mengonfirmasi kabar tersebut.
"Saya telepon Pak Sekjen, kenapa sudah keluar 1.032 halaman (1.035 halaman). Pak Sekjen jawab, Pak (Azis) ini masih draf kasar. Masih diketik dalam posisi kertas, bukan sebagai Legal Paper-nya," kata Azis.
Setelah netting, lanjut dia, pengetikan koma, garis-garisnya itu tidak diatur kembali.
"Setelah pengetikan, dalam arti editing, mengikuti panduan legal oleh bapak Sekjen dan jajaran, jumlah halamannya adalah 812 halaman, termasuk di dalamnya adalah penjelasan UU Cipta Kerja. UU secara resmi hanya 488 halaman," kata Azis.
Adapun dasar hukum perubahan margin kertas perundang-undangan seperti yang disebutkan ada di dalam UU 12/ 2011 yang berbunyi: "Naskah peraturan perundang-undangan diketik dengan jenis huruf bookman old style, dengan huruf 12, di atas kertas F4."
Selain itu, Azis menegaskan bahwa pengeditan draf UU Cipta Kerja tidak akan mengubah substansi apa pun yang sudah disepakati dalam Rapat Panitia Kerja RUU Cipta Kerja dan disahkan dalam Rapat Paripurna karena itu tindak pidana.
"Itu merupakan tindak pidana, apabila ada selundupan pasal. Berkaitan dengan apa yang dikatakan Bapak Sekjen DPR RI (Indra Iskandar) yang tadi dikutip Mbak dari Detikcom, bahwa kemarin ada 1.032 halaman. Kenapa hari ini 802 halaman, tadi saya sampaikan bahwa 1.032 itu 'kan rumor yang berkembang," katanya.
Pada saat pengetikan draf final, untuk menjadi lampiran, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011, UU yang harus dikirim ke pemerintah harus menggunakan (margin) kertas Legal (F4) secara resmi.
Advertisement
Tidak Ada Penambahan
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas yang juga Ketua Panja RUU Cipta Kerja, yang tampil menjelaskan apa yang sebetulnya terjadi di meja editing draf UU Cipta Kerja tersebut.
Supratman mengatakan bahwa Baleg DPR RI dalam pengeditan draf RUU Cipta Kerja, tidak menambah-nambah pasal, tetapi hanya melakukan pengecekan pasal per pasal yang sudah disepakati agar sesuai dengan apa yang disepakati dalam Panja RUU Cipta Kerja.
"Jadi, itu adalah keputusan Panitia Kerja RUU Cipta Kerja yang kami (Baleg DPR RI) masukkan supaya sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh Panitia Kerja," kata Supratman.
Politikus Partai Gerindra itu mengaku telah membaca satu per satu materi muatan daftar inventarisasi masalah yang telah diputuskan di dalam rapat-rapat Panja yang berlangsung 63 kali sejak 20 Mei 2020.
Berdasarkan sistem penomoran daftar inventarisasi Masalah (DIM), RUU Cipta Kerja terdiri dari 7.197 DIM.
"Kami bekerja, kami telah membaca satu per satu terhadap materi muatan yang diputuskan di dalam rapat-rapat paripurna. Kemudian (draf) kami kembalikan kepada Kesekjenan, sesuai dengan draf yang terakhir disampaikan oleh Pak Azis. Itu kira-kira yang perlu kami sampaikan, terima kasih," kata Supratman menandaskan.