Sukses

Pemerintah Segera Rampungkan PP dan Perpres dari UU Cipta Kerja

DPR telah selesai melakukan penyuntingan draft final Undang-Undang Cipta Kerja.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah selesai melakukan penyuntingan draft final Undang-Undang Cipta Kerja dan siap untuk disahkan oleh Presiden Joko Widodo.

Dengan rampunya draft final UU Cipta Kerja, sejumlah pihak meminta agar pemerinah sesgera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk memperjelas pasal-pasal di dalamnya.

Terkait hal itu, Staf Khusus Menko Perekonomian, Umar Juoro menjelaskan, Menurut UU Cipta Kerjapemerintah diminta untuk membuat peraturan pelaksananya (Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah) dalam 3 bulan.

“Tetapi semestinya pemerintah bisa lebih cepat menyelesailan Perpres dan PP turunan dari UU Ciptaker karena sudah cukup lama pembahasannya dan cukup kesiapannya,” ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (14/10/2020).

Meski Begitu, Umar menekankan pentingnya peran serta dari stakeholder untuk merampungkan aturan turunan dari UU Cipta Kerja. Utamanya untuk PP yang menyangkut ketenagakerjaan, pertananahan, kemudahan melakukan bisnis, perpajakan.

“Peran serta stakehokders ini bisa cukup besar untuk juga mencari titik temu dengan pihak-pihak yg menentang UU Ciptaker ini,” kata Umar.

“Semangatnya kan pertumbuhan ekonomi dengan dorongan investasi dapat berjalan bersamaan dg Peningkatan kesejahteraan, terutama pekerja. Pengusaha dan pekerja juga dapat sinergi untuk kebaikan bersama, tidak harus konflik,” sambung dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Dinilai Cacat Formil, KSPI Bakal Gugat UU Cipta Kerja ke MK

DPR RI sudah selesai melakukan penyuntingan terhadap UU Cipta Kerja yang disetujui pekan lalu 5 Oktober 2020, dan siap mengirimkan UU Cipta Kerja yang berjumlah 812 halaman kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk disahkan.

Menanggapi hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, mengatakan pihaknya akan menunggu hingga diperoleh nomor resmi dari draf RUU yang telah disahkan tersebut, kemudian akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Kita tunggu dulu pengumuman resmi dari dpr dan pemerintah, takut berubah lagi," kata Said kepada Liputan6.com, Rabu (14/10/2020).

Menurut KSPI, omnibus law UU Cipta Kerja ini merupakan UU yang cacat formil. Hal itu terlihat dari mulai proses pembuatan draft yang diam-diam tanpa melibatkan partisipasi publik dan tergesa-gesa dalam pengesahannya.

lanjutnya, dalam pengesahannya saat sidang Paripurna yang menurut Drajad Wibowo (ekonom) diduga hanya kertas kosong, serta anggota DPR RI yang mengikuti sidang paripurna tersebut tidak memegang RUU yang akan disahkan.

"Bahkan beredar info jumlah halaman UU yang berubah ubah, mulai 905 halaman, 1028 halaman, 1055 halaman, 1035 halaman, dan 812 halaman, sungguh menggelikan dan memalukan "tontonan" yang disuguhkan DPR RI," ungkapnya.

Maka KSPI akan mengajukan uji formil ke Mahkamah Konstitusi akibat proses pembuatan UU Cipta Kerja yang cacat formil tersebut. Disamping itu, pihaknya juga akan uji materiil UU Cipta Kerja.

"Selain itu ,buruh juga akan melanjutkan aksi-aksi yang terukur, terarah, dan konstitusional menolak UU Cipta Kerja," ujarnya.

Adapun Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menjelaskan alasan jumlah halaman draf UU Cipta Kerja yang berubah-ubah, karena ketentuan margin harus mengikuti standar yang disepakati oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka margin kertas diganti menjadi ukuran Legal.

"Saya telepon Pak Sekjen, kenapa sudah keluar 1.032 halaman (1.035 halaman). Pak Sekjen jawab, Pak (Azis) ini masih draf kasar. Masih diketik dalam posisi kertas, bukan sebagai Legal Paper-nya," kata Azis.

Namun, setelah penyuntingan selesai mengikuti panduan legal oleh Sekjen dan jajaran, jumlah halamannya resminya kini 812 halaman, termasuk di dalamnya adalah penjelasan UU Cipta Kerja. UU secara resmi hanya 488 halaman.