Liputan6.com, Jakarta - DPR RI hari ini telah menyerahkan Undang-Undang/UU Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna beberapa waktu lalu.
Usai disahkan di sidang paripurna, DPR RI melakukan sedikit revisi minor sebelum diserahkan ke Presiden Jokowi dan ditandatangani menjadi Undang-Undang.
Baca Juga
Draf final UU itu diserahkan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar kepada Menteri Sekretariat Negara Pratikno, Rabu (14/10/2020).Â
Advertisement
Pada saat pengesahan, draf UU Cipta Kerja yang diberikan anggota Baleg sejumlah 905 halaman. Kemudian, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyebut draf final sebelum diubah format memiliki 1.035 halaman. Draf yang paling final setelah diubah format kertas menjadi legal paper berkurang menjadi 812 halaman.
Dalam draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman ini, terdapat beberapa perubahan dari naskah sebelumnya yang setebal 1.035 halaman. Salah satunya terkait pembayaran pesangon, seperti yang tercantum di Pasal 156 halaman 355 UU Cipta Kerja.
Pada halaman tersebut, dituliskan bahwa ketentuan Pasal 156 diubah dari naskah UU Cipta Kerja sebelumnya yang setebal 1.035 halaman. Perubahan pertama terjadi di Pasal 156 ayat (1).
Lalu apa saja yang berubah dalam UU Cipta Kerja yang terdiri dari 15 bab, 11 klaster dan 186 pasal?
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UU Cipta Kerja Disebut jadi Cita-Cita Besar Jokowi
Peneliti Saiful Mujani Research Center (SMRC), Saidiman Achmad menilai Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja merupakan rencana besar Joko Widodo sejak awal menjadi Presiden Indonesia. Namun omnibus law ini baru didengungkan satu tahun terakhir.
"Saya percaya ini adalah ide dari Jokowi. Saya kira omnibus law ini bagian dari cita-cita besar Pak Jokowi," kata Saidiman dalam Webinar bertajuk UU Cipta Kerja dan Dampaknya Bagi Kepentingan Publik, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Berdasarkan teori yang dipelajarinya, ada tiga dasar yang bisa mempercepat transformasi pembangunan ekonomi. Pertama aspek infrastruktur sebagai modal utama untuk keluar dari jerat ekonomi. Dalam hal ini pemerintah harus membangun infrastruktur mulai dari jalan, jembatan, tol, pelabuhan hingga bandara.
"Ini sudah dilakukan di periode pertama, infrastruktur dibangun untuk menggenjot ekonomi," kata Saidiman.
Kedua, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Tak heran sejak awal periode kedua, Presiden Jokowi mencanangkan 5 tahun ini periode pembangunan SDM melalui perbaikan dan inovasi di dalam pendidikan, dan kesehatan yang dilakukan secara serius.
"Dua faktor ini yang sedang dilakukan di pemerintah," kata dia.
Namun, dua hal ini kata Saidiman belum cukup. Perlu ada aspek konstitusi yang mendukung infrastruktur dan pembangunan SDM. Maka aspek ketiganya konstitusi yang dalam hal berwujud undang-undang omnibus law.
Â
Advertisement