Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menyambut baik pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober lalu. Menurutnya, UU anyar ini akan menyinkronkan 79 peraturan perundang-undangan yang selama ini menghambat iklim investasi.
"Dalam UU Cipta Kerja ini akan memperbaiki 79 UU yang tumpang tindih. Maka iklim investasi akan lebih mudah," ujar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).
Baca Juga
Sofyan mengatakan, selama ini mengurus perizinan berusaha di dalam negeri sangatlah tidak mudah. Diantaranya karena regulasi yang tumpang tindih, sehingga membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.
Advertisement
"Karena negeri kita dirantai berbagai aturan. Penuh dengan aturan regulasi tumpang tindih, ada Permen PP, Perda dan lainnya," tegasnya.
Padahal, sambung dia, Indonesia terus dihadapkan pada persoalan ketenagakerjaan. Dimana lapangan kerja yang tersedia saat ini tidak mampu menyerap tingginya angka pencari kerja baru, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19.
"Pada saat ini lebih dari 7 juta orang nganggur. Kemudian ada 2,7 juta tenaga baru dan 3,5 juta pengangguran terdampak Covid-19. Tidak kah tersentuh nurani kita," paparnya.
Oleh karena itu, dia meminta polemik atas pengesahan UU Cipta Kerja dapat segera diselesaikan. Sehingga percepatan penyusunan berbagai aturan dapat segera diselesaikan oleh pemerintah.
"Nanti kalau tidak puas atau ada aturan silahkan bisa disampaikan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau tidak puas dengan aturan turunan atau PP silahkan sampaikan ke pemerintah dengan baik," tutupnya
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kepala BKPM Klaim UU Cipta Kerja Jadi Solusi 15 Juta Pencari kerja
Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dipercaya bisa meningkatkan serapan tenaga kerja, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19. UU ini juga dipercaya bisa meningkatkan produktivitas pekerja Indonesia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, saat ini ada sekitar 7 juta orang, mulai dari Aceh sampai Papua yang sedang mencari lapangan pekerjaan. Sedangkan angkatan kerja per tahun sekitar 2,9 juta orang.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat ada 3,5 juta tenaga kerja terkena PHK. Di sisi lain Kadin Indonesia mencatat sekitar 5 juta orang yang terkena PHK. Maka total lapangan pekerjaan yang perlu disiapkan oleh pemerintah mencapai 15 juta jiwa.
"Untuk memberikan solusi bagi 15 juta pencari pekerjaan ini, maka negara harus menciptakan lapangan pekerjaan. Namun tidak mungkin seluruhnya akan terserap lewat penerimaan PNS (Pegawai Negeri Sipil), BUMN (Badan Usaha Milik Negara), TNI maupun Polri. Oleh karena itu untuk menciptakan lapangan pekerjaan tersebut harus melalui sektor swasta. Instrumen sektor swasta inilah yang dimaksud dengan investasi, karena investasi ini yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan," ujar Bahlil, Jumat (16/10/2020).
Lanjutnya, Bahlil juga meyakinkan kepada para pelajar Indonesia bahwa UU kontroversial itu ini sangat mendukung dan melindungi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sehingga lulusan perguruan tinggi tidak hanya memilih menjadi karyawan atau pekerja, namun bisa menjadi pengusaha untuk membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
"Undang-undang ini menjamin adek-adek setelah lulus kuliah menjadi pengusaha, dengan kemudahan yang ada pada undang-undang ini. UMK (Usaha Mikro dan Kecil) hanya perlu NIB (Nomor Induk Berusaha). Semuanya elektronik lewat OSS (Online Single Submission), 3 jam beres," tegasnya.
Advertisement
Produktivitas
Sementara itu Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menyampaikan tentang tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN.
Menurutnya, implementasi UU Cipta Kerja diharapkan akan terus mendorong peningkatan produktivitas melalui berbagai pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan. Saat ini tercatat sekitar 56,6 persen pengangguran terbuka berumur 15 hingga 24 tahun.
Kemudian, untuk pekerja tidak penuh, kelompok umur 55 tahun ke atas mengisi 29 persen porsi dalam pekerja paruh waktu dan kelompok umur 25-34 tahun mengisi 26 persen dari seluruh pekerja setengah penganggur.
"Produktivitas angkatan kerja di Indonesia termasuk rendah, kita masih di bawah Malaysia dan Laos, bahkan di bawah rata-rata negara ASEAN," ungkapnya.
Pun, UU yang terus menuai polemik ini diklaim melindungi tiga posisi ketenagakerjaan. Pertama, masyarakat yang belum bekerja, maka pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan melalui investasi. Kedua, masyarakat yang memiliki pekerjaan mempunyai perlindungan. Ketiga, ketika terjadi pemutusan pekerjaan akan tetap terlindungi.
"Kami melihat pemerintah ingin mendorong peluang ekonomi dan memberikan kemudahan kepada berbagai pihak untuk berbisnis. Namun di sisi lain, perlu disadari UU ini merupakan integrasi dari berbagai UU yang menimbulkan kompleksitas tersendiri dari substansi, perspektif hukum dan kepentingan masyarakat," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com