Sukses

Penting Disimak, Ini Kriteria Pegawai yang Dicari Perusahaan di Masa Pandemi

Sejak April 2020 banyak permintaan pekerja yang memiliki kriteria di bidang teknologi informasi.

Liputan6.com, Jakarta - CEO TopKarir Indonesia, Bayu Janitra Wirjoatmodjo mengatakan sejak April 2020 banyak permintaan pekerja yang memiliki kriteria di bidang teknologi informasi. Padahal sebelumnya perusahaan cenderung mencari pegawai yang bakal bekerja di balik meja (back office).

Namun, di masa pandemi ini perusahaan menginginkan pegawai yang bisa mengaktualisasikan dan membuat strategi bisnis yang baru.

"Sejak April arah kebutuhan perusahaan mencari pekerja yang bisa mengaktualisasikan dan membuat strategi perusahaan untuk bisa bangkit," kata Bayu dalam diskusi Top Business Talk #2 : Bangun Champion Team, Hadapi Resesi, Jakarta, Jumat, (16/10).

Bayu menjelaskan, di masa pandemi ini banyak perusahaan yang mulai beradaptasi dengan berbagai cara. Tidak sedikit mereka mencoba berinovasi dalam menjalankan bisnisnya. Semisal membuat mengembangkan produk baru atau menjajal peruntungan dengan produk baru.

"Sekarang ini banyak yang melakukan coba-coba," kata dia.

Menurut Bayu, bila hal ini berhasil, akan berdampak pada kondisi organisasi. Sebab, bisa saja produk yang dikembangkan atau produk baru yang diciptakan tidak sesuai dengan kemampuan pegawai.

"Bisa saja setelah effort kebutuhan talentnya ini jadi berbeda, misalnya dari yang tadi mengurusi teknis eh sekarang jadi talent pelayanan," kata dia.

Maka di masa sulit seperti ini, bangkitnya perusahaan bergantung pada kinerja pegawai. "Bangkitnya perusahaan dari resesi bergantung pada kinerja talenta kerja di dalamnya," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

UU Cipta Kerja Bikin Pekerja Produktif, Bukan Rentan Kena PHK

Selama ini belum pernah ada jaminan terhadap tenaga kerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun pemerintah kini memastikan narasi tersebut ada dan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah disahkan, pekan lalu.

"Pekerja harus memikirkan produktivitas, jangan memikirkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), itu tidak tepat. Jadi selama perusahaan ini positif membawa keuntungan, pekerja juga akan lebih berpikir mengenai upah, baik Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota," papar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Kamis (15/10/2020).

Tentu akan lebih produktif bagi buruh dan tentunya perusahaan untuk lebih memandang manfaat yang juga ditambah atau disediakan dalam UU tersebut.

UU Cipta Kerja itu juga telah diatur bonus yang diterima buruh berbasis kinerja mereka. Bahkan jumlah maksimal jam lembur yang ditambah dari tiga jam menjadi empat jam per hari. Ini tentunya menjadikan buruh lebih produktif.

Menurut Airlangga yang juga dipercaya sebagai Ketua Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), saat ini asumsi-asumsi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana bekerja dulu.

“PHK itu adalah langkah terakhir. Buruh tidak suka PHK, dan pengusaha juga tidak suka PHK. Karena PHK terjadi kalau perusahaan itu rugi atau bangkrut,” kata Airlangga

Dia mengungkapkan, dengan UU Cipta Kerja pemerintah hadir lewat JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan). Apabila terjadi PHK, pemerintah akan membantu dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Bahkan pekerja yang terkena PHK setelah mengikuti pelatihan, menurut Airlangga bisa diberikan akses untuk mencari pekerjaan lain. Apabila belum mendapatkan pekerjaan, akan mendapatkan bantuan gaji selama enam bulan yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Formatnya adalah asuransi.

"Ini yang belum pernah terjadi. Sebelumnya hanya ada jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua,” tegas Airlangga Hartarto.

Dia juga menambahkan dengan UU Cipta Kerja diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan terus membaik.

“Kalau pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai 5-5,5 persen maka 2,5 juta masyarakat bisa memperoleh lapangan kerja,” ucap Airlangga.

Ke depan sektor digitalisasi juga diharapkan terus bertambah, seiring perkembangan teknologi. “Digitalisasi di Indonesia pada tahun 2025 bisa mencapai 130 miliar dolar AS ( sekitar 1914 triliun rupiah). Tentu ini bisa menjadi pengungkit APBN,” ungkap Airlangga.