Liputan6.com, Jakarta - Kinerja penyerapan belanja pemerintah semakin membaik. Hal ini tercermin dari realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.211,4 triliun sampai akhir September 2020. Angka ini tumbuh 21,2 persen jika dibandingkan tahun lalu (yoy). Angka ini juga setara 61,3 persen pagu perpres 72/2020 sebesar Rp 1.975,2 triliun.
“Belanja mengalami prestasi di Kuartal ketiga luar biasa, dan ini diharapkan bisa mengangkat ekonomi kita makin menuju ke zona positif,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN KiTa, Senin (19/10/2020).
Baca Juga
Rinciannya, Sri Mulyani memaparkan belanja pemerintah untuk K/L sebesar Rp 632,1 triliun, tumbuh 13,7 persen. Terdiri dari belanja barang Rp 222,7 triliun dan belanja bantuan sosial Rp 156,3 triliun. KEduanya mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 9,1 persen dan 79,8 persen.
Advertisement
“Belanja bansos dan belanja barang naik, utamanya untuk program PEN perlindungan sosial, PIP, KIP KUliah, PBI JKN, bantuan pelaku usaha mikro, serta antuan upah/gaji,” papar Menkeu.
Namun dari sisi belanja pegawai dan belanja modal mengalami kontraksi masing-masing sebesar 2,6 persen dan 9,0 persen. Atau sebesar Rp 180,0 triliun untuk belanja pegawai, dan Rp 73,2 triliun untuk belanja modal.
“Kinerja belanja modal secara nominal tumbuh negatif, namun secara persentase terhadap pagunya lebih besar, dipengaruhi refocusing atau realokasi. Serta kebijakan PSBB,” kata Sri Mulyani.
Adapun belanja non-k/L, tercarar sebesar Rp 579,2 triliun, tumbuh 30,7 persen yoy. Angka ini setara 50,9 persen target perpres 72/2020 sebesar Rp 1.138,9 triliun.
Rinciannya, belanja subsidi sebesar Rp 114,3 triliun. Dna belanja lain-lain sebesar Rp 112,4 triliun. Menkeu menjelaskan, peningkatan belanja non K/L ini didorong kebijakan subsidi, pensiun/jaminan keselamatan ASN, belanja lain-lain termasuk untuk prakerja. Serta outlook bunga utang yang menurun seiring kondisi tren suku bunga yang turun.
Belanja Pemerintah jadi Penentu Pertumbuhan Ekonomi di Akhir 2020
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 minus 1,1 persen. Sementara untuk skenario terbaik, ekonomi nasional hanya tumbuh sebesar 0,2 persen.
"Prediksi kita untuk akhir tahun 2020 ekonomi -1,1 persen sampai 0,2 persen. Tadinya jadi -1,7 persen sampai -0,6 persen," ujar dia dalam acara Dialogue Kita, pada Jumat 2 Oktober 2020.
Menurut Febrio, prediksi atas pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini dipengaruhi oleh jebloknya pertumbuhan ekonomi sejak kuartal I 2020. Kemudian, di kuartal II terkontraksi cukup dalam sebesar 5,32 persen.
"Karena kita berangkat dari lowbase di 2020, satu, jadi pasti ada dampaknya ke pertumbuhan kita," terang Bos BKF itu.
Lebih lanjut, dia menyebut satu-satunya sektor yang bisa tumbuh positif dan mampu menjadi bantalan ekonomi nasional hingga akhir tahun ialah pengeluaran pemerintah sendiri. Untuk itu, belanja pemerintah harus digenjot pada sisa dua kuartal tahun ini dan tahun selanjutnya.
"Jadi, memang pemerintah tetap melanjutkan kebijakan countercyclical pada 2021. Tetap juga akan dilakukan belanja pemerintah," tambahnya.
Kemudian, pemerintah juga terus melakukan evaluasi terhadap berbagi program ekonomi nasional (PEN) yang tidak berjalan. Khususnya program yang dianggap sulit untuk diimplementasikan segera.
" Seperti, KUR banyak tidak digunakan untuk pagu 2020. Harapannya dari waktu ke waktu kita terus evaluasi, apakah policy yang disiapkan ini inline dengan kebutuhan usaha dan ekonomi keseluruhan," tandasnya
Advertisement