Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin sudah berjalan satu tahun persis pada 20 Oktober 2020. Dalam 1 tahun Jokowi-Ma'ruf Amin ini ternyata tidak mudah karena harus langsung menghadapi pandemi Covid-19.
Perekonomian nasional langsung jatuh karena dampak dari berbagai kebijakan untuk menekan penyebaran virus Covid-19. Namun pemerintah tidak tinggal diam. Dalam 1 tahun Jokowi-Ma'rif Amin, terdapat berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan agar dapur masyarakat tetap mengebul.
Dikutip dari Laporan Tahunan 2020 pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Selasa (20/10/2020) Presiden Jokowi menekankan tidak mengabaikan janji setahun lalu saat diangkat meskipun dalam situasi pandemi.
Advertisement
Presiden tetap memegang visi mewujudkan lima arahan strategis menuju masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan Makmur.
Salah satunya menjaga agar dapur tetap ngebul, yang dimaksud adalah menyelamatkan ekonomi Indonesia di masa pandemi dengan memberikan berbagai insentif kepada pengusaha kecil dan menengah, yaitu pinjaman kredit modal kerja disiapkan sebesar Rp 100 triliun bagi 5,3 juta penerima.
Kemudian, subsidi bunga pinjaman juga diberikan pada 60,66 juta penerima bantuan. Lalu, insentif pajak dan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur UMKM senilai Rp 123,46 triliun.
Insentif lainnya, pembebasan biaya listrik selama tiga bulan bagi 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA bersubsidi, kartu Prakerja, Bantuan sosial tunai, BLT usaha Mikro kecil, bantuan pulsa untuk siswa dan guru.
Selanjutnya, BLT dana desa, serta Bantuan Subsidi Gaji yang bergaji dibawah RP 5 juta per bulan sebesar Rp 600 ribu selama 4 bulan dari September-Desember 2020.
Demikian, kelompok-kelompok masyarakat juga mendapat perhatian. Pemerintah siapkan anggaran Rp 26,5 milyar bagi pelaku budaya.
“Begitupun industri media sebagai partner pemerintah diberikan sejumlah insentif. Mulai dari pemotongan iuran BPJS hingga 99 persen, penghapusan pajak kertas, serta alokasi dana untuk kampanye sosialisasi penanggulangan COVID-19,” tutup laporan 1 tahun Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Penanganan Covid-19 Jadi PR 1 Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, memberikan sejumlah catatan terhadap kinerja 1 tahun Jokowi-Ma'ruf Amin dalam memimpin Indonesia. Salah satunya terkait lambatnya penanganan Covid-19 baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.
Menurut Bhima, penanganan Covid-19 yang terlambat turut berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional yangengalami penurunan hingga level minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Di sisi lain, China yang jadi sumber asal pandemi tersebut justru mampu mencatatkan pertumbuhan positif 3,2 persen di periode yang sama.
"Vietnam juga tumbuh positif 0,3 persen karena adanya respon cepat pada pemutusan rantai pandemi, dengan lakukan lockdown dan merupakan negara pertama yang memutus penerbangan udara dengan China," kata Bhima kepada Liputan6.com, Senin (19/10/2020).
Bhima juga memberikan sorotan terhadap kesiapan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amindalam hal stimulus pemulihan ekonomi nasional (PEN) menghadapi resesi ekonomi.
Dia menilai, jumlah bantuan yang sebesar 4,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) ini relatif kecil dibandingkan negara tetangga. Seperti Malaysia yang sekitar 20,8 persen dari PDB, dan Singapura sebesar 13 persen dari PDB.
"Stimulus kesehatan dalam PEN hanya dialokasikan 12 persen, sementara korporasi mendapatkan 24 persen stimulus. Ada ketimpangan yang nyata antara penyelamatan kesehatan dibandingkan ekonomi," ungkap Bhima.
Puncaknya ketika DPR RI mengesahkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Bhima menganggap legitimasi kebijakan justru bertolak belakang dari tujuan pemerintah memulihkan perekonomian nasional.
"Di tengah situasi pandemi, presiden dan DPR mengeluarkan UU Cipta Kerja yang kontraproduktif terhadap upaya pemulihan ekonomi. Dengan draft yang berubah-rubah paska paripurna DPR serta implikasi dirilisnya 516 aturan pelaksana, UU Cipta Kerja membuat ketidakpastian regulasi di Indonesia meningkat," ujar Bhima.
Advertisement