Liputan6.com, Jakarta Minat masyarakat petani di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan asuransi pertanian terus menunjukkan tren positif. Tingginya animo petani ini sejalan dengan masuknya musim tanam jagung.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyebut, banyak pencapaian sejak penerapan asuransi pertanian. Dengan ikut asuransi pertanian ini agar petani merasa aman untuk berproduksi.
"Kita tidak ingin kalau kena bencana alam seperti banjir, kekeringan, bencana alam, atau sapi yang mati itu menyebabkan petani yang rugi," kata Mentan SYL, Selasa (20/10).
Advertisement
Setelah bergabung dalam sebuah kelompok tani dan memahami manfaat jaminan kerugian yang didapat dari program asuransi pertanian, maka petani bisa segera mendaftarkan diri. Namun, waktu pendaftaran biasanya paling lambat berlangsung 30 hari sebelum musim tanam dimulai.
"Untuk mendaftarkan diri, petani juga akan mendapat pendampingan khusus dari petugas UPTD Kecamatan serta Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)," ujar Mentan SYL.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, program AUTP ini hanya mewajibkan petani membayar Rp36 ribu per hektare per musim tanam, sementara sisanya atau sebesar Rp144 ribu ditanggung oleh Pemerintah. Bila terjadi gagal panen akibat hama, kekeringan, dan banjir, maka petani bisa mendapatkan ganti rugi sebesar Rp6 juta per ha.
"Preminya murah karena dapat subsidi dari pemerintah, jadi hanya Rp36 ribu per hektar dari aslinya Rp180 ribu. Sayang sekali kalau petani tidak ikut. Karena jika mereka gagal panen, kan ada uang yang akan cair sebesar Rp6 juta per hektar. Ini kan sangat membantu petani," kata Sarwo Edhy.
Adanya tren positif peserta AUTP menurut Sarwo, karena pelaksanaan asuransi pertanian yang bekerja sama dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) ini memberikan berbagai keuntungan bagi petani/peternak. Bukan hanya nilai premi yang dibayarkan petani cukup murah, tapi juga memberikan ketenangan dalam berusaha.
“Petani dan peternak semakin mengerti manfaat dan peluang dari asuransi ini. Hanya dengan seharga satu bungkus rokok, petani dan peternak bisa tidur tenang. Petani tidak tahu lahannya rusak terkena banjir, kekeringan atau terserang hama penyakit,” tuturnya.
Di NTB, Jasindo harus kerja ekstra melayani permintaan sosialisasi asuransi dari para petani dan peternak. Jasindo adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang asuransi umum, fokus layanannya adalah asuransi di bidang pertanian secara umum. Mencakup pertanian pangan, hortikultura, perikanan, peternakan.
"Saat ini, permintaan yang paling banyak untuk dilakukan sosialisasi dari peternak sapi dan petani jagung," kata Erwin A Sasongko, Branch Manager Jasindo Mataram.
Bersamaan masuknya musim hujan. Sosialisasi dilakukan massif oleh Jasindo hingga di tingkat bawah, agar petani mengetahui manfaat dan tata cara berasuransi.
“Para petani dan peternak umumnya mendengar dari sesamanya. Manfaat dan kelebihan berasuransi. Sehingga tertarik dan ingin mendapatkan pemahaman lebih detail. Kita berikan sosialisasi,” ujarnya.
Erwin menambahkan, jika digambarkan, animo berasuransi petani dan peternak ini mengalami kenaikan, setelah pemerintah memberlakukan pelonggaran terhadap Covid dengan kenormalan baru. Namun jika dibandingkan dengan tahun lalu, masih lebih tinggi animo tahun lalu karena situasinya normal.
“Beberapa bulan semua vakum karena Covid. Bulan massif sosialisasi kemarin di bulan September sampai sekarang,” jelas Erwin.
Ditambahkan, untuk asuransi ternak sapi, Jasindo menyediakan klaim hingga Rp15 juta untuk sapi yang mati dengan alasan tertentu, atau sapi yang dicuri. Jasindo akan menggantikan senilai asuransinya.
Nilai asuransi sapi Rp15 juta/ekor ini umumnya di Kabupaten Lombok Timur. Namun ada juga yang mengikuti program asuransi sapi senilai Rp10 juta.
“Preminya dua persen dari nilai asuransi. Kalau Rp15 juta ya Rp300 ribu yang harus dibayarkan, berlaku setahun,” imbuhnya.
Sementara untuk jagung, nilai asuransinya tergantung dari minat petani. Ada empat macam rate yang disiapkan Jasindo. Masing-masing ada batasan dicover kerugiannya. Untuk all risk, berapapun kerugian petani, Jasindo menanggungnya.
“Preminya ada yang 2 persen, ada yang 2,5 persen, ada yang 3 persen dan all risk 4 persen dari nilai realisasinya. Misalnya, padi kisaran Rp10 sampai Rp15 juta modal tanamnya. Tinggal pilih mau ikut yang mana. Penjaminan dilakukan semusim,” ujar Erwin.
(*)