Sukses

Berkaca dari Jiwasraya, Masyarakat Diminta Pahami Risiko Investasi

Maraknya kasus gagal bayar menjadi pembelajaran banyak pihak sebelum melakukan investasi.

 

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya kasus gagal bayar menjadi pembelajaran banyak pihak sebelum melakukan investasi. Untuk itu, dibutuhkan pengetahuan dan literasi berinvestasi untuk meminimalisir risiko tersebut.

Pengamat Pasar Modal dan Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengungkapkan, saat ini memang tidak semua investor memahami dunia investasi dalam perasuranian sehingga kebanyakan para pemilik dana tidak begitu kritis atas risiko yang dihadapi.

“Masalahnya adalah mereka tidak mau ambil pusing dan tidak mau memahami atau mengambil risikonya. Mereka hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa melihat risiko. Ketika gagal bayar barulah pusing,” terang Teguh, Selasa (20/10/2020).

Seperti yang diketahui, saat ini industri keuangan Indonesia sedang dihadapkan pada masalah gagal bayar yang terjadi di beberapa perusahaan asuransi jiwa. Salah satu kasus yang besar ialah gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero), di mana sebelumnya investor tergiur dengan penawaran produk JS Saving Plan yang memiliki bunga pengembalian yang tinggi dari 7 persen hingga 12 persen.

Teguh berpandangan, diperlukan perhitungan yang matang investor sebelum dirinya membeli produk investasi yang menjanjikan bunga tetap dan tinggi termasuk saving plan Jiwasraya. Hal ini ditujukan agar investor bisa memahami risiko gagal bayar seperti yang terjadi sekarang.

“Bunga itu memang tinggi dan menggiurkan. Tapi investor perlu hati-hati, apalagi misalnya yang menempatkan dana di asset manajemen. Di mana dananya itu kena goreng-goreng saham. Di sini investor harus kritis,” ungkap Dia.

Oleh karena itu, Teguh meminta kepada investor untuk meningkatkan literasi agar dapat memperhitungkan matang-matang sebelum menempatkan dana investasinya. Hal ini lah yang menjadi tugas dari lembaga pengawas dan pemerintah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan literasi.

Selain itu, ia juga menyarankan agar investor melakukan diversifikasi aset untuk menghindari risiko gagal bayar di tengah adanya kebutuhan likuiditas. Ini dimaksudkan agar masalah gagal bayar yang saat ini terjadi di Jiwasraya harus dipahami sebagai risiko dalam melakukan investasi.

“Meskipun tidak bisa menyenangkan semua pihak, tapi kita harus apresiasi pemerintah dengan skema bail in-nya melalui penambahan PMN Rp 22 triliun ke BPUI. Itu artinya meskipun terjadi gagal bayar, pemerintah atau BUMN tetap mempertahankan reputasi industri keuangan dalam negeri dan sekuat tenaga akan mengembalikan dana nasabah, meski ada penyesuaian ketimbang likuidasi,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Penyelamatan Jiwasraya

Sebagai pengingat, dalam waktu dekat pemerintah bersama manajemen baru diketahui akan melakukan sosialisasi terkait program penyelamatan polis Jiwasraya kepada pemegang polis tradisional dan bancassurance.

Sosialisasi atas program penyelamatan polis ini dilakukan karena pada 30 September 2020 posisi likuiditas Jiwasraya telah berada di angka Rp 54,5 triliun, dengan aset hanya menyisakan Rp 16,0 Triliun.

Berangkat dari kondisi tersebut, ekuitas Jiwasraya berada di posisi negatif atau minus Rp 38,5 triliun.

Pemerintah pun sedang mengupayakan penyelamatkan polis Jiwasraya dengan menyiapkan 'bail in' melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 22 triliun yang akan disalurkan ke Indonesia Financial Group (IFG) yang dahulu bernama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) untuk mendirikan perusahaan asuransi baru bernama IFG Life.

Dana senilai Rp 22 triliun ini akan digunakan lebih dulu oleh manajemen IFG Life demi mengembangkan bisnisnya di lini asuransi kesehatan, jiwa hingga pengelolaan dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) dengan menyasar target pasar berupa ekosistem pegawai BUMN dan masyarakat umum. Sementara untuk polis Jiwasraya yang telah direstrukturisasi, portofolionya akan ditransfer ke IFG Life dan pembayaran akan dilakukan bertahap kepada para pemegang polis.

"PMN Rp 22 triliun untuk restrukturisasi Jiwasraya itu tidak kecil. Tapi memang itu penting harus disuntik dengan itu. Ini untuk mempertahankan reputasi bahwa investasi di BUMN aman," cetus Teguh.