Liputan6.com, Jakarta Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) baru saja menggugat Google, menuduh bahwa telah terjadi usaha monopoli terhadap "Search Engine" atau mesin penulusuran (pencarian) serta iklan online dari perusahaan tersebut.
Perkara hukum tersebut pun, akan menjadi gugatan terbesar Pemerintah Amerika Serikat terhadap perusahaan teknologi raksasa tersebut, yang berlangsung bertahun-tahun.
Baca Juga
Gugatan usai lebih dari satu tahun penyelidikan digelar, di mana perusahaan teknologi terbesar dunia tersebut menghadapi pengawasan ketat terhadap praktik mereka di dalam dan luar negeri.
Advertisement
Pihak Google sendiri sudah merespon bahwa gugatan hukum tersebut lemah dan cacat. Perusahaan yang sekarang ini dikepalai oleh Sundar Pichai sendiri mengklaim, Google selalu menjaga keadilan kompetisi dan selalu memprioritaskan menjaga keamanan data dari para penggunanya.Â
"Orang-orang menggunakan Google karena kemauan mereka sendiri, bukan karena paksaan atau tidak adanya pilihan mesin penulusuran alternatif lainnya," balas Google, seperti melansir BBC, Rabu (21/10/2020).
Usaha Departemen Kehakiman Amerika Serikat yang menggugat kepada Pengadilan federal (Federal Court) tersebut memfokuskan gugatannya terhadap milyaran pengeluaran anggaran perusahaan teknologi ini terhadap mesin penulusurannya, agar membuat Google menjadi pilihan default browser dari banyak pengguna internet.
Salah satu pejabat dari Departemen Kehakiman Amerika, menyatakan bahwa dengan pengeluaran anggaran tersebut, dapat memberikan kesempatan kepada Google untuk bisa menyeleksi pesan atau informasi tanpa sepengatahuan pengguna.
Selain itu pemerintah Amerika juga cemas bahwa Google bisa memiliki serta mengkontrol sebanyak 80 persen hasil pencarian dari AS sendiri.
"Kami menilai bahwa distribusi mesin pencari alternatif lain tidak terdistribusi dengan baik, membuat banyak perusahaan teknologi lainnya tidak mampu berkompetisi dengan Google". Pernyataan dari Gugatannya
Selain itu dalam gugatan tersebut juga terdapat kalimat yang menyatakan bahwa, "Google bukan lagi menjadi kata benda, tapi sekarang menjadi kata kerja bagi semua orang untuk melakukan penulusuran di internet".
Â
Â
Â
Saksikan video di bawah ini:
Google Melawan
Gugatan tersebut juga menambahkan bahwa pengeluaran anggaran Google kepada mesin penelusurannya, membuat kualitas hasil temuan menjadi berkurang, misalnya seperti hal privasi, keamanan data dan pemangkasan pilihan informasi pengguna.
Sally Hubard yang bekerja di Open Market Insitute menyatakan bahwa usaha Departemen Kehakiman Amerika Serikat untuk mengunggat Google tentang masalah monopoli mesin penulusurannya merupakan langkah yang baik.Â
"Dari apa yang sudah saya baca, laporan gugatan tersebut mengatakan hal sebenarnya, sebuah usaha yang panjang tapi sangat hebat untuk bisa dilaporkan," kata Hubbard melalui akun twitternya.
Kasus ini pun ternyata menjadi satu dari banyaknya usaha dari berbagai pihak yang mengkritisi dominasi dari perusahaan teknologi ini.
Tapi usaha Pemerintahan Amerika menggugat Google hanya beberapa minggu sebelum pemilihan presiden 2020, dikritisi beberapa pihak.
Mereka menilai ini hanya merupakan sebuah usaha dari kelompok Donald Trump untuk membuktikan usaha dan janjinya jika dirinya kembali menang diperiode kedua.
Tapi salah satu pejabat dari departemen menyatakan, bahwa proses investigasi ini tidak dikebut hingga bisa digugat saat masa sebelum pilpres.
"Kami hanya bertindak, jika fakta dan latar belakang hukum yang ada sudah kuat dan terjamin," jelas Jeffrey Rosen yang merupakan wakil jaksa agung.
Selain itu, Alphabet yang merupakan perusahaan induk dari Google, diprediksi akan melawan gugatan dari pemerintahan AS tersebut dalam waktu dekat.
Meskipun perusahaan dengan nilai lebih dari USD 1 triliun itu sekarang sedang dalam sorotan publik, nilai saham Alphabet terhitung hari ini hanya berguncang sedikit.
 Reporter: Yoga Senjaya Putra
Advertisement