Sukses

Kompetisi Bank dan Fintech Perkuat Sistem Pembayaran

BI mencermati perkembangan digital terus memperkuat posisi pelaku industri financial technology (fintech untuk bersaing dengan perbankan.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencermati perkembangan digital terus memperkuat posisi pelaku industri financial technology (fintech) untuk bersaing dengan perbankan.

Namun, bank sentral menilai, kompetisi ini bisa dimanfaatkan oleh kedua sektor untuk saling berkolaborasi memperkuat sistem pembayaran di Indonesia.

Principal Economist Payment System Policy Department BI Agung Purwoko mengatakan, kebanyakan transaksi uang elektronik saat ini disediakan oleh lembaga selain bank. Khususnya penyedia e-money yang server based.

"Jadi dalam 5 tahun pangsa non-bank meningkat, khususnya di area payment. Ini yang jadi penting untuk dicermati, industri juga sudah berubah dan muncul pelaku baru," kata Agung dalam sesi webinar, Rabu (21/10/2020).

Menurut pengamatannya, pelaku fintech kerap hadir dengan memperkuat ekosistem. Mereka terkoneksi dengan berbagai macam ekosistem industri, mulai dari e-commerce, logistik, restoran, hingga lending

"Ini kemudian memicu bank juga untuk mulai berkolaborasi. Jadi bank yang semula berbasis kantor cabang sekarang kita lihat tren kantor cabang terus menurun," ungkapnya.

Mengantisipasi hal ini, beberapa pelaku bank disebutnya tengah merombak cara bisnisnya. Beberapa telah mengadopsi program analisis statistik OpenEPI, sehingga Agung menilai kerjasama bank dengan fintech semakin terbuka.

"Jadi memang yang kita lihat sekarang adalah kompetisi antara fintech dan bank. Ke depan juga nanti bisa juga yang sekarang ada beberapa tren, bagaimana bank menggunakan ekosistem dari fintech untuk membuka rekening bank," tuturnya.

"Jadi memang kemungkinan-kemungkinan ini terus bergerak. Kolaborasi dengan mengoptimalkan yang dimiliki masing-masing pihak," ujar Agung.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

OJK Pastikan Tak Ada Fintech Legal yang Lakukan Penagihan Secara Paksa

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) minta perusahaan Fintech untuk terus mempertahankan, bahkan meningkatkan layanan mereka kepada konsumen.

Hal ini menanggapi adanya aduan konsumen mengenai fintech yang melakukan penagihan paksa dengan melakukan teror. Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Teknologi Finansial OJK, Munawar Kasan menegaskan jika hal tersebut kemungkinan dilakukan oleh perusahaan fintech ilegal.

“Hampir bisa dipastikan hampir mereka adalah fintech ilegal,” kata dia dalam webinar Peran Literasi Keuangan Digital Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (7/9/2020). Menurutnya, banyak pihak yang salah sangka dengan menuding OJK sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Untuk itu, OJK menekankan pentingnya literasi keuangan digital. Dengan begitu, konsumen akan tereduksi mengenai seluk beluk perusahaan pembiayaan digital, atau umum disebut pinjaman online (pinjol).

Lainnya, ketidaktahuan konsumen dapat merugikan saat tidak tahu bagaimana melakukan perhitungan. Dimana untuk perusahaan fintech ilegal, ketentuan suku bunga tidak diatur seperti pada peraturan untuk fintech legal dibawah pengawasan OJK.

“Mereka (perusahaan fintech ilegal) sendiri ngasih bunga 1 persen sehari kita enggak ada yang tahu. Si peminjam juga bersedia sesuai kesepakatan,” kata Munawar.

Untuk itu, kembali Munawar menekankan tentang literasi keuangan digital serta pelayanan fintech legal dibawah pengawasan OJK untuk memberikan solusi terbaik bagi permasalahan konsumen.