Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menyesalkan adanya demo menentang UU Cipta Kerja yang dilakukan sejumlah masyarakat. Apalagi, demonstrasi tersebut dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Dia mengatakan, dengan pengumpulan masa atau demo justru malah menimbulkan klaster-klaster baru yang menyebabkan orang balal terpapar Covid-19. Padahal, pemerintah tengah berupaya keras agar tingkat penyebaran virus bisa terus ditekan.
"Terus terang saya tidak setuju demo dilakukan sekarang. Jagalah birahi politik kita karena apa yang kita lakukan dapat menimbulkan klaster baru," tegas dia dalam webinar, Rabu (21/10).
Advertisement
Dia pun menyinggung demonstrasi yang dilakukan terkait dengan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, Omnibus Law tersebut pada dasarnya didesain pemerintah untuk kebaikan rakyat.
Mantan Kepala Staf Presiden itu menegaskan, tidak niat sedikitpun untuk menyengsarakan kaum pekerja atau buruh. Apalagi pembahasan UU yang mencapai 812 halaman itu sudah dilakukan saat jadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Saya mulai ini waktu menkopolhukam betapa semrawutnya peraturan kita yang sekian puluh itu saling tumpang tindih, mengunci sehingga kita tidak bisa jalan dengan lancar akibatnya korupsi tinggi," tuturnya.
Luhut menekankan dari sisi substansi pada dasarnya pemerintah memberikan kepastian hukum bagi buruh. Contohnya saat memberikan kebijakan pesangon dari 32 kali gaji menjadi hanya 25 kali gaji.
"Sekarang kita bikin 19 kali plus enam dijamin kalau tidak bisa deliver pengusahanya bisa dipidana. Jangan kita buruk sangka ini merugikan buruh, tidak. Malah ini memberikan tambah baik," ungkapnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Prabowo vs Luhut, Siapa yang Paling Jago Tarik Investasi ke Indonesia?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirim dua menterinya untuk melakukan kunjungan diplomasi masing-masing ke Amerika Serikat (AS) dan China.
Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto diundang oleh Menteri Pertahanan AS, Mark Esper pada 15 Oktober hingga 19 Oktober 2020. Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan bertemu Menteri Luar Negeri China, Wang Yi.
Pengamat ekonomi INDEF, Bhima Yudhistira menilai hasil dari kunjungan ini tidak bisa dilihat dalam waktu dekat. Menurutnya, baik AS dan China memiliki pertimbangan tersendiri untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia. Termasuk polemik yang terjadi di Indonesia baru-baru ini terkait dengan penolakan UU Cipta Kerja.
“Hasil dari kunjungan tadi bisa dilihat dalam beberapa bulan kedepan apakah perusahaan AS mau berinvestasi di Indonesia, khususnya relokasi pabrik dari China,” kata dia kepada Liputan6.com, Minggu (18/10/2020).
Bhima bahkan menyebutkan sejauh ini Indonesia belum mendapatkan satupun perusahaan dari AS yang melakukan relokasi investasi. Sebagai contoh, Harley Davidson yang lebih memilih Thailand dan Ford yang lebih memilih Vietnam ketimbang Indonesia.
“Tugas diplomasi mendatangkan investasi juga tidak cukup hanya dengan kunjungan, yang terpenting adalah merubah komitmen menjadi realisasi investasi. Followup yang terpenting. Disinilah butuh kesiapan ekosistem dan iklim investasi yang baik,” kata Bhima.
Sementara itu, menteri BUMN Kabinet Indonesia Bersatu II, Dahlan Iskan menilai suber investasi yang paling memungkinkan adalah China. Sebab, selama ini Indonesia necara perdagangan dengan China selelu tercatat surplus.
“Maka satu-satunya sumber yang saya lihat hanya Tiongkok. Negara itulah yang secara nyata punya dana lebih. Salah satu yang bisa masuk logika adalah di neraca perdagangan. Tiongkok selalu surplus ketika berdagang dengan Indonesia,” ujar Dahlan.
Menurut Dahlan, angka surplus itulah yang bisa harapkan sebagai sumber investasi China di Indonesia. Seperti juga selama ini China selalu menginvestasikan surplus neraca perdagangannya dengan AS untuk membeli obligasi disana.
“Itu berarti hubungan Indonesia-Tiongkok adalah suatu keniscayaan. Kecuali ketika Prabowo yang ke Amerika minggu ini bisa pulang dengan tiba-tiba membawa Donald Trump ke Indonesia,” ujar Dahlan.
Advertisement
Menko Luhut ke China saat Pandemi, Minta Akses Batu Bara Indonesia Dibuka Lebar
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melakukan kunjungan ke Yunan Tiongkok pada tanggal 9-10 Oktober 2020. kunjungan tersebut untuk mensinergikan kebijakan di tengah pandemi Covid-19.
Dalam pertemuan ini, Luhut bertemu dengan Anggota Dewan Negara dan Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Wang Yi.
Luhut dan Wang Yi menggarisbawahi pentingnya kedua negara bersinergi lebih erat pada tatanan bilateral, regional dan multilateral, khususnya dalam menghadapi situasi dunia yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19.
Oleh karena itu perdagangan dan investasi, kesehatan, pendidikan dan riset, vaksin, e-commerce, intelegensi artifisial (kecerdasan buatan) serta pertukaran budaya dan masyarakat menjadi topik bahasan utama dalam pertemuan bilateral antara keduanya.
Berbagai permasalahan atau hal pending dibahas dalam pertemuan bilateral dimaksud. Pemerintah RRT akan menindaklanjuti permohonan dari Luhut agar ada peningkatan akses pasar untuk buah tropis, produk perikanan dan seafood, serta sarang burung walet dan penambahan impor batu bara dari Indonesia.
Kemudian, Menlu RRT akan ikut mendorong keterlibatan perguruan tinggi RRT dalam pengembangan Pusat Konservasi, Penelitian dan Inovasi Tanaman Obat Tiongkok-Indonesia di Humbang Hasudutan, Sumatera Utara.
“Pusat ini bisa kaya sekali dengan herbal yang berjumlah 30,000 species lebih, saya berharap dukungan dari Zhejiang University, Yunnan University, dan Pusat Riset Unggulan di Bidang Tanaman Obat dan Industri Terkait” kata Luhut, dalam keterangan tertulis, Minggu (11/10/2020).
Kerja sama “Two Countries Twin Parks” yang sejak tahun lalu diusulkan oleh Pemprov Fujian juga akan ditindaklanjuti oleh Menlu Wang Yi. Luhut mengharapkan kerjasama ini bisa segera direalisasikan. Dari sisi Indonesia, sudah ada lokasi di Bintan seluas 4.000 ha dengan infrastruktur pendukung yang sudah relatif baik.
Konsep kerja sama menurut Luhut juga bisa dikembangkan menjadi “Two Countries Twin Parks with Multiple Zones”, dengan menyiapkan setidaknya tiga Kawasan Industri: Bintan, Batang dan Aviarna Semarang. Lalu pengembangan Tsinghua South East Asia Center di Pulau Kura-Kura, Bali juga menjadi perhatian Pemerintah RRT.