Sukses

Pengamat: Pembantu Presiden Harus Jelaskan Secara Gamblang UU Cipta Kerja

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio angkat bicara soal rencana aksi susulan tolak UU Cipta Kerja oleh buruh.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio angkat bicara soal rencana aksi susulan tolak UU Cipta Kerja oleh buruh. Dalam keadaan seperti ini, Agus menekankan perlunya pemerintah hadir dan memberikan kepastian.

“Mekanisme pengesahan sampai jadi UU itu yang harus dipertanyakan. Kan sudah jelas bahwa itu bermasalah. Harusnya Pemerintah menjawab resmi,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (21/10/2020).

Agus mengatakan, hingga hari ini jawaban resmi itu tak kunjung ada. Sehingga ini memicu masyarakat untuk melakukan aksi lanjutan. Dimana upaya sebelumnya baik melalui protes tersurat maupun petisi, tidak ada yang digubris.

“Ketika pemerintah tidak memberikan jawaban yang jelas itu akan terus berlanjut,” kata Agus.

Sementara media sosial menyajikan banjir informasi, namun tidak ada satupun bagian dari jawaban resmi pemerintah soal UU Cipta Kerja ini. Ini, kata Agus, menjadi tugas para menteri untuk menjadi juru bicara presiden.

“sekarang juru bicara pemerintah itu siapa. Jangan Presiden. kalau presiden yang jawab, itu urusannya selain merepotkan Presiden, juga terlalu Jauh. Kasihan Presiden. Jadi yang jawab harus pembantunya,” kata dia.

Apalagi, saat ini buruh juga tengah memperjuangkan kenaikan upah minimum di 2021. Jika satu persatu permasalahan buruh ini tak segera ditanggapi, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi ledakan aksi.

Di sisi lain, Agus menekankan potensi adanya penumpang gelap dalam aksi buruh tolak UU Cipta Kerja ini. “Sekarang ini apapun bisa memicu karena penunggangnya banyak. semakin hari semakin banyak,” kata Agus.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Luhut: Demo UU Cipta Kerja Dapat Ciptakan Klaster Baru Covid-19

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menyesalkan adanya demo menentang UU Cipta Kerja yang dilakukan sejumlah masyarakat. Apalagi, demonstrasi tersebut dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Dia mengatakan, dengan pengumpulan masa atau demo justru malah menimbulkan klaster-klaster baru yang menyebabkan orang balal terpapar Covid-19. Padahal, pemerintah tengah berupaya keras agar tingkat penyebaran virus bisa terus ditekan.

"Terus terang saya tidak setuju demo dilakukan sekarang. Jagalah birahi politik kita karena apa yang kita lakukan dapat menimbulkan klaster baru," tegas dia dalam webinar, Rabu (21/10).

Dia pun menyinggung demonstrasi yang dilakukan terkait dengan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, Omnibus Law tersebut pada dasarnya didesain pemerintah untuk kebaikan rakyat.

Mantan Kepala Staf Presiden itu menegaskan, tidak niat sedikitpun untuk menyengsarakan kaum pekerja atau buruh. Apalagi pembahasan UU yang mencapai 812 halaman itu sudah dilakukan saat jadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Saya mulai ini waktu menkopolhukam betapa semrawutnya peraturan kita yang sekian puluh itu saling tumpang tindih, mengunci sehingga kita tidak bisa jalan dengan lancar akibatnya korupsi tinggi," tuturnya.

Luhut menekankan dari sisi substansi pada dasarnya pemerintah memberikan kepastian hukum bagi buruh. Contohnya saat memberikan kebijakan pesangon dari 32 kali gaji menjadi hanya 25 kali gaji.

"Sekarang kita bikin 19 kali plus enam dijamin kalau tidak bisa deliver pengusahanya bisa dipidana. Jangan kita buruk sangka ini merugikan buruh, tidak. Malah ini memberikan tambah baik," ungkapnya.