Sukses

BI Prediksi Inflasi 2020 di Bawah 2 Persen, Ini Penyebabnya

Inflasi hingga akhir 2020 diprediksi lebih rendah dari 2 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi tingkat inflasi pada Indeks Harga Konsumen (IHK) hingga akhir 2020 nanti akan lebih rendah dari 2 persen. Proyeksi tersebut juga terhitung lebih kecil dari target awal bank sentral, yakni di kisaran 3 plus minus 1 persen.

Perkiraan tersebut muncul gara-gara angka inflasi hingga September 2020 tercatat sangat rendah. Secara nasional, inflasi pada bulan itu hanya 1,42 persen secara tahunan (year on year).

"Kami perkirakan, inflasi IHK sampai dengan akhir tahun 2020 lebih rendah dari 2 persen, atau di bawah sasaran 3 plus minus 1 persen," kata Perry, Kamis (22/10/2020).

Menurut dia, ada beberapa indikator yang membuat pergerakan inflasi diprediksi akan terus rendah hingga akhir tahun nanti. Di antaranya adalah permintaan masyarakat yang masih lemah di tengah pandemi Covid-19.

Selanjutnya, inflasi yang rendah juga terjadi seiring terjaganya ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah, ketersediaan pasokan panen di daerah sentra produksi, hingga harga komoditas pangan yang rendah.

Perry melanjutkan, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada 2021 akan berada di kisaran 3 plus minus 1 persen. Target itu sejalan dengan proses pemulihan ekonomi nasional pada tahun tersebut, hingga 

"Karena itu, sinergi kuat antara pemerintaah pusat, pemerintah daerah dan BI dengan inovasi program pengendalian inflasi perlu terus kita perkuat untuk menjaga inflasi di rentang sasaran yang telah kita capai sejak 2015," imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jokowi Perintahkan Jaga Inflasi demi Dongkrak Daya Beli Masyarakat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menjaga keseimbangan inflasi. Tujuannya untuk mendongkrak daya beli masyarakat yang melemah akibat pandemi Covid-19.

Arahan itu diberikannya dalam sambutan video pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2020, Kamis (22/10/2020).

"Perekonomian di tahun 2020 sangat beda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Inflasi harus kita jaga pada titik keseimbangan agar beri stimulus ke produsen agar tetap produksi," ujar dia.

Menurut dia, menjaga supply dan demand saat ini sangat penting, agar ketika perekonomian pulih dan daya beli masyarakat telah kembali normal tidak terjadi tekanan signifikan terhadap harga barang.

"Karena itu pengendalian inflasi tidak hanya fokus pada upaya-upaya pengendalian harga, diharapkan juga agar daya beli masyarakat terjaga, dan produsen khususnya UMKM pangan juga bisa bergerak," kata Jokowi.

Untuk jaga daya beli, ia melanjutkan, pemerintah telah salurkan program perlindungan sosial dan cash transfer. Seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sosial (bansos tunai), bantuan langsung tunai (BLT) dana desa, program Kartu Prakerja, subsidi gaji, hingga bansos produktif untuk bantuan UMKM.

"Diharapkan itu dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga, naikan kembali demand, dan dorong tumbuhnya supply," sambung Jokowi.

Jokowi berharap, apa yang telah dilakukan pemerintah pusat dapat diperkuat lagi di instansi daerah. Itu dilakukan dengan percepatan realisasi APBD, khususnya bantuan belanja sosial dan belanja modal yang mendukung pemulihan ekonomi, terutama sektor UMKM.

"Saya telah minta agar belanja kementerian/lembaga dan pemerintah daerah agar mengutamakan penyerapan produk-produk dalam negeri, baik produk pertanian maupun produk UMKM," imbuh Jokowi.Â