Sukses

Gaprindo: IHT Bakal Kian Terhantam Jika Cukai Naik Tinggi

Hingga saat ini, industri hasil tembakau (IHT) tengah terpuruk akibat himpitan krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti meminta pemerintah memberikan waktu bagi pelaku industri yang tengah terpukul akibat pandemi memulihkan diri. Sebab itu, isu kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 19 persen diharapkan tidak benar.  

“Jangan sampai dihantam lagi dengan kenaikan cukai yang tinggi. Buat kami, kalau benar naik 19% itu tinggi sekali, sangat berat,” kata Muhaimin, Jumat (23/10/2020).

Hingga saat ini, industri hasil tembakau (IHT) tengah terpuruk akibat himpitan krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Selain itu, IHT juga menanggung beban kenaikan cukai sebesar 23 persen, serta ketentuan minimum harga jual eceran (HJE) yang naik sebesar 35 persen pada 2020.

Untuk itu, kabar besaran kenaikan tarif CHT yang menguar saat ini dinilai tidak memberikan waktu bagi pelaku industri untuk memulihkan iklim bisnisnya yang lesu.

Muhaimin menyebut jikalau tarif cukai harus dinaikkan, ia berharap kenaikannya tidak sampai 10 persen.

“Kasih kami kesempatan untuk pemulihan. Kalau mau ada kenaikan ya yang wajar, sesuai dengan inflasi. Kalaupun naik jangan sampai 10 persen, 6 persen misalnya,” ujar Muhaimin.

Faktanya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan telah terjadi deflasi selama tiga kali berturut-turut pada kuartal III-2020 terakhir sebesar -0,05 persen pada September.

Kemudian, BPS juga menyampaikan pertumbuhan ekonomi nasional kontraksi hingga 5,32 persen pada kuartal II-2020.

Artinya, sangat nyata bahwa dampak pandemi COVID-19 masih terus mendera perekonomian. Sehingga Muhamimin meminta pemerintah memberikan relaksasi bagi IHT untuk bangkit kembali dari kelesuan setelah kenaikan cukai tahun ini dan juga pelemahan ekonomi karena pandemi.

 

Saksikan video di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Pembatasan

Meskipun IHT telah mendapatkan sejumlah insentif dari pemerintah seperti penundaan pembayaran pita cukai serta izin operasional produksi, sejumlah pembatasan yang berlaku tetap berpengaruh pada penurunan volume produksi dan penjualan.

Tidak hanya memberatkan dari segi ekonomi, rencana kenaikan tarif CHT juga membayangi sektor ketenagakerjaan di IHT, khususnya pada segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT). Berdasarkan tingginya kontribusi IHT pada penyerapan tenaga kerja, Muhaimin berharap pemerintah dapat memberikan perlindungan lebih pada SKT.

“Tentunya seperti biasanya ya, SKT kan menggunakan banyak tenaga kerja jadi harus ada perbedaan. Kalau tadi misalnya naik 6 persen, SKT enggak perlu naik karena harus lebih dilindungi,” ungkap dia.

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, pada 2019 serapan tenaga kerja IHT mencapai 4,28 juta pekerja di industri manufaktur dan distribusinya serta 1,7 juta pekerja di perkebunan tembakau.

Jumlah ini menempatkan sektor tembakau menjadi sektor kelima terbesar di Tanah Air dalam hal penyerapan tenaga kerja.