Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh cepat. Bahkan menurutnya Indonesia bisa masuk peringkat 50 negara dengan kemudahan berbisnis dalam 1 tahun ke depan.
"Kita lihat, saya yakin kita akan bisa di posisi 50 dalam 1 tahun ke depan ini," kata Luhut saat menjadi pembicara di Lembaga Pertahanan Nasional, Jakarta, Jumat (23/10/2020).
Baca Juga
Penggunaan sistem Omnibus Law ini mampu menghantarkan Indonesia sebagai negara yang bergengsi di kancah internasional. Sebab, lewat penerbitan undang-undang sapu jagat ini bisa menyelesaikan sengkarut regulasi yang tumpang tindih.
Advertisement
"Nah ini salah satunya dengan omnibus ini kita akan membuat kita very competitive," kata Luhut.
Dia membeberkan, dalam 3 tahun terakhir Indonesia telah mampu naik kelas dalam daftar kemudahan berbisnis. Semula Indonesia ada di peringkat 120.
Selang 3 tahun, Indonesia mampu melesat menduduki peringkat 73. Pencapaian ini pun mendapatkan apresiasi dari CEO United States International Development Finance Corporation (IDFC) Adam S. Boehler.
"Tadi mereka sangat terkejut melihat progresifnya Indonesia membuat aturan-aturannya," kata Luhut.
Bahkan menurut pengusaha asal Negeri Paman Sam ini mengatakan UU Cipta Kerja sangat menguntungkan bagi pegawai dan buruh di Indonesia. Selain itu aturan ini mendorong Indonesia sebagai orang lebih kompetitif.
"Dia (Adam) bilang (UU Cipta Kerja) menguntungkan pegawai ataupun buruh kita dan juga membuat orang kita menjadi negara yang kompetitif," ungkap Luhut.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BKPM Target Kemudahan Berbisnis Indonesia Naik ke Peringkat 40
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menargetkan Easy of Doing Business (EoDB) Indonesia bisa naik ke peringkat 40 dalam tempo 3 tahun. Saat ini, peringkat EoDB Indonesia berada pada posisi 73.
"EoDB kita pada 3 tahun ke depan peringkatnya harus di urutan 40 dan itu adalah kerja keras yang harus dilakukan oleh BKPM," ujar Bahlil dalam konferensi pers online, Jakarta, Selasa (8/9).
Untuk tahun ini, Bahlil menargetkan, Indonesia mampu mencapai target peringkat 60. Adapun Indonesia sulit keluar dari peringkat 73 karena negara lain juga melakukan perbaikan investasi saat Indonesia melakukan terobosan.
"Berapa untuk tahun ini Insya Allah kita akan perkirakan di urutan sekitar 60. Kenapa 73 itu nggak bergerak, dulu pemerintah Indonesia melakukan perbaikan-perbaikan tetapi negara lain pun melakukan perbaikan yang sama," paparnya.
Bahlil menambahkan, EoDB Indonesia secara perlahan mulai membaik sejak 2014. Di mana saat itu, EoDB Indonesia berada pada posisi 120.
"Jadi dulu tahun 2014 EoDB itu peringkatnya 120 waktu sebelum Pak Jokowi masuk. Kemudian waktu berjalan naik terus peringkatnya bagus, sekarang di urutan 73 tapi ini sudah stag 2 tahun nggak naik-naik, urutan 73 ini sudah stag 2 tahun, sekali pun ada perbaikan tapi ini stag," jelasnya.
Adapun penyebabnya adalah penilaian Bank Dunia yang menitikberatkan penilaian terhadap aturan-aturan di kementerian. "Setelah kita mengkaji kenapa stag? karena memang aturan aturan di kementerian yang dijadikan sebagai rujukan oleh Bank Dunia itu kita belum melakukan reformasi," tandasnya.
Advertisement