Liputan6.com, Jakarta - PT Angkasa Pura I (Persero) memprediksi adanya lonjakan penumpang dan pergerakan pesawat pada libur panjang akhir Oktober. Arus mudik diperkirakan akan terjadi pada Rabu (27/10/2020) hingga Kamis (28/10/2020). Sementara, arus balik diprediksi akan terjadi pada 1 November 2020.
Direktur Pemasaran dan Pelayanan Angkasa Pura I Devy Suradji menyatakan, peningkatan trafik penumpang ini disebabkan oleh adanya kebijakan penghapusan Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax yang dikeluarkan oleh Kementerian Berhubungan (Kemenhub).
"Dengan adanya penambahan trafik, teman-teman juga sudah stand by di lapangan dan kita koordinasi," ujar Devy dalam konferensi pers, Senin (26/10/2020).
Advertisement
Adapun di seluruh bandara kelolaan Angkasa Pura I, jumlah penumpangnya meroket hingga 29 persen menjelang libur panjang.
General Manager Yogyakarta International Airport (YIA) Agus Pandu Purnama menyatakan, dari kurun waktu 1 hingga 20 Oktober, jumlah penumpang di bandara YIA tercatat mencapai 67.063 orang.
Diirinya memprediksi adanya peningkatan trafik hingga 20 persen karena lonjakan di akhir Oktober dan 44 persen di akhir tahun.
"Contoh kami biasanya 38 pergerakan sekarang bisa jadi 52 pergerakan pesawat dan didominasi 20 flight ke Cengkareng, lalu ke Balikpapan 8 flight," ujar Agus.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Ekonom: Tunda Subsidi Airport Tax
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, menyarankan Kementerian Perhubungan untuk menunda pemberian subsidi biaya Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax kepada penumpang angkutan udara.
“Tunda dulu pengurangan (subsidi) airport tax. Kalau mau bantu beban operasional maskapai dan karyawan harusnya ada bantuan subsidi gaji itu jauh lebih bermanfaat untuk cegah PHK massal,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Minggu (25/10/2020).
Bhima juga menyarankan agar kasus positif harus diturunkan secara signifikan, sehingga dengan sendirinya konsumen atau pelancong akan memakai jasa penerbangan.
“Logikanya kurang masuk ketika wabah Covid-19 masih tinggi dengan kasus harian diatas 3.000-4.000 kasus namun diskon penerbangan diberikan. Mobilitas masyarakat untuk bepergian pun masih rendah karena belum yakin pada penanganan Covid-19,” ujarnya.
Seharusnya kasus pandemi Covid-19 diturunkan dulu angka penularannya secara kontinu dan konsisten, baru setelah itu ada pemulihan sektor pariwisata dan penerbangan udara, kata Bhima.
“Jangan dibolak-balik kasih diskon tapi masih antisipasi penyebaran Covid-19,” imbuhnya.
Advertisement