Liputan6.com, Jakarta - Nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mendorong pihak penegak hukum untuk memberi hukuman maksimal kepada para terdakwa kasus megakorupsi di Jiwasraya.
Machril SE, salah satu nasabah Jiwasraya menegaskan, hukuman maksimal yang setimpal para terdakwa adalah hukuman mati.
“Untuk kedua terdakwa lainnya wajib dihukum lebih berat, yaitu hukuman mati. Kita mendukung Kejaksaan Agung apabila terdakwa itu dihukum maksimal sebab kalau dilihat dari kasusnya itu adalah korupsi berjamaah,” kata Machril kepada wartawan Senin (26/10/2020).
Advertisement
Pemberian hukuman mati, Machril bilang, setimpal dengan kerugian yang ditanggung oleh negara dari sisi investasi Jiwasraya yang diketahui nilainya mencapai Rp 16,8 triliun.
Pasalnya, dari tindakan korupsi para terdakwa banyak pemegang polis yang akhirnya meninggal dunia lantaran uang pensiunannya di Jiwasraya belum dikembalikan.
“Kalau tidak salah, ada 60 orang nasabah yang sudah meninggal dunia, tapi uangnya belum kembali. Makanya, kita meminta mereka dihukum maksimal, dengan catatan mengembalikan uang kerugian negara itu, supaya bisa dikembalikan kepada pemegang polis yang jatuh tempo itu,” ungkapnya.
Selain ketiga manajemen lama Jiwasraya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan hukuman seumur hidup, Machril juga meminta penegak hukum mencari manajeman lama Jiwasraya yang juga ikut terlibat.
Ia menduga, ada manajemen lama Jiwasraya yang ikut terlibat. Hal ini lantaran korupsi Jiwasraya sudah dilakukan sejak lama.
“Seperti misalnya pada waktu persidangan ada nama-nama pejabat pada masa itu. Tapi kok sampai sekarang belum ada pemanggilan di persidangan,” tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pidana Seumur Hidup
Seperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan pidana seumur hidup pada mantan Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, mantam Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014 dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.
Sementara itu, saat ini masih dilangsungkan persidangan pembacaan vonis untuk Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat.
Di tengah beberapa persidangan terakhir yang menghadirkan terdakwa Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, terdapat aksi penyerobotan oleh sejumlah oknum yang mengatasnamakan diri sebagai nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life). Di mana mereka meminta agar Kejaksaan Agung membuka aset Benny Tjokrosaputro yang disita.
Menanggapi intervensi ini Machril menilai, bahwa nasabah tersebut tidak memiliki etika. Sebab, dalam persidangan, kewenangan pengadilan tidak bisa diintervensi, apalagi dalam kasus yang berbeda.
“Lebih baik nasabah WanaArtha itu kejar manajemennya dulu. Jangan sampai berisik dipersidangan yang kasusnya berbeda,” tutup Machril.
Advertisement