Liputan6.com, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyebutkan pelayanan PT PLN (Persero) dalam penyediaan listrik terhadap masyarakat belum merata dengan pelayanan kurang memadai. Selain itu, masalah pemadaman listrik masih menjadi kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat.
Menurut komisioner BPKN Firman T Endipradja, kemajuan digital oleh PLN masih menjadi angan-angan bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut ucap Firman, berbanding terbalik dengan teori konsumen adalah kekuatan besar bagi suatu negara dalam membangun perekonomian.
"Selama ini kebijakan perlistrikan dirasakan kurang fair, seperti terkait pemadaman listrik, seharusnya Kementerian ESDM meningkatkan jumlah dan presentase kompensasi kepada konsumen," jelas dia dalam keterangan tertulis, Selasa (27/10/2020).
Advertisement
"Selain itu, saat ini mayoritas konsumen PLN sudah dikenakan tarif keekonomiannya, namun pelayanan masih banyak dikeluhkan," tambah dia.Â
Firman menuturkan ketidakadilan lainnya adalah tidak ada loket khusus yang gratis, tapi hanya ada pembayaran secara online berbayar (Payment Point Online Bank/PPOB) yang diluncurkan Menteri ESDM pada peringatan Hari Listrik Nasional (HLN) 27 Oktober 2000. Selain itu tidak adanya keleluasaan masayarakat sebagai konsumen, mengenai hak memilih meteran konvensional atau digital.
Tak hanya itu lanjut Firman, cara penagihan tunggakan listrik yang melibatkan aparat kejaksaan dan ketika konsumen telat membayar iuran listrik bulanan. Tidak ada kompromi listrik akan diputus, merupakan bentuk ketidakseimbangan dan ketidakadilan.
"Sehari menjelang peringatan HLN, PLN Jawa Barat menginformasikan jadwal pemadaman listrik. Informasi pemadaman listrik tersebut dibagikan langsung PLN Jawa Barat melalui Insta Story di Instagram resmi PLN Jawa Barat, Senin (26/10/2020)," kata Firman.
Menurut keterangan PLN, jadwal pemadaman listrik ini dalam rangka pemeliharaan listrik, menjaga dan meningkatkan pasokan listrik. Materi tertulisnya adalah "Pihak PLN menyampaikan permohonan maaf terkait pemadaman listrik tersebut".
Dalam kondisi pandemi seperti ini, Firman beranggapan permohinan maaf saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah pelayanan ini. Karena terdapat konsekuensi hukum sebagai tanggung jawab atau pun kewajiban PLN dan hak konsumen yang tidak dapat dilepaskan oleh PLN.
"Bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa sejak 20 April 1999 telah memiliki Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), sebagai undang-undang payung yang mengintegrasikan undang-undang lain dalam memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen," tutur Firman.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hak dan Kewajiban
Firman menyebutkan terdapat beberapa undang-undang seperti KUPidana, KUHPerdata, UU Pelayanan Publik, UU Ketenagalistrikan, UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, UU BUMN, UU HAM, UU Perdagangan, UU TUN, UU Ketenagakerjaan dan UU PT yang mengatur hak dan kewajiban PLN dan konsumen, yang sanksinya dapat dikenakan secara berlapis.
Menurut UUPK sanksi yang dapat dikenakan kepada PLN sebagai pelaku usaha bisa perdata, pidana dan administrasi, serta dapat diselesaikan melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang ada di kabupaten atau kota, atau konsumen bisa menyampaikan pengaduan ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI yaitu badan yang bertanggung jawab kepada Presiden.
"Dalam masa pademi pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB dengan konsekuensi masyarakat bekerja, belajar, berbelanja, beribadah di rumah. Persoalan yang krusial adalah apakah PLN sudah menjamin akan menjaga ketersediaan listrik agar tidak padam ?," jelas Firman.Â
Advertisement