Liputan6.com, Jakarta - Salah satu esensi dari Revolusi Industri 4.0 adalah industri yang ramah lingkungan dan sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Untuk itu, upaya yang dilakukan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) adalah dengan terus mendorong peningkatan nilai tambah terhadap pengolahan limbah melalui peran industri daur ulang atau recycle industry, khususnya pada industri kendaraan listrik berbasis baterai.
Baca Juga
Langkah strategis yang dilakukan adalah dengan mendorong pengembangan teknologi baterai dalam negeri untuk mendukung pembangunan industri kendaraan listrik nasional. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kendala terhadap penyediaan bahan baku mineral lithium.
Advertisement
Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenperin mendorong proses recovery lithium dari recycle baterai bekas sebagai upaya substitusi impor komponen baterai, yang ditunjang oleh hilirisasi industri baterai lithium.
Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dimana industri yang menghasilkan substitusi impor akan didorong untuk tumbuh. Untuk itu, Kemenperin telah memetakan sektor-sektor yang perlu dipacu dalam target substitusi impor tersebut, di antaranya industri mesin, kimia, logam, elektronik, dan kendaraan bermotor.
Kepala BPPI Kementerian Perindustrian, Doddy Rahadi menyampaikan pentingnya penerapan kebijakan subtitusi impor pada industri.
“Dampak positif dari substitusi impor di sektor industri antara lain, adanya penyerapan tenaga kerja, peningkatan kemampuan belanja dalam negeri dengan semakin bertambahnya tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dari produk yang dihasilkan sektor industri, serta peningkatan pasar ekspor bagi produk industri dalam negeri dengan pendalaman struktur industri, sehingga kita tidak lagi bergantung pada negara lain,” kata Doddy di Jakarta, Rabu (28/10/2020).
Doddy menambahkan strategi pemerintah untuk mendorong pengembangan baterai kendaraan listrik dalam negeri dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam memproduksi kendaraan listrik.
“Diperlukan upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada sekaligus upaya untuk substitusi impor komponen baterai, yang ditunjang oleh hilirisasi industri baterai lithium. Hal ini merupakan tantangan bagi akademisi, pelaku industri, pemerintah, peneliti, perekayasa serta asosiasi dalam negeri untuk mewujudkan hal tersebut,” tambahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perkuat Ekosistem Industri
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka Kemenperin, Gati Wibawaningsih menyampaikan dukungan pemerintah dalam pengembangan industri recycle di Indonesia.
Dengan teknokogi yang tepat, industri recycle ini efisien dan menjadi jawaban untuk memperkuat ekosistem industri dan ekonomi sirkular, termasuk untuk baterai bekas kendaraan bermotor listrik yang saat ini kita bahas.
“Pemerintah serius dalam mengembangkan industri kendaraan listrik, hal ini diwujudkan dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden No. 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle). Regulasi tersebut mengatur terkait percepatan pengembangan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL-BB) dalam negeri melalui pemberian insentif, penyediaaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif tenaga listrik, pemenuhan terhadap ketentuan teknis KBL-BB, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.” papar Gati.
Indonesia sangat berpotensi dalam penumbuhan market kendaraan bermotor listrik, namun dalam hal produksi baterai kendaraan listrik terkendala dengan penyediaan sumber lithium.
Sebagai salah satu produsen kendaraan listrik di dunia, PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia melalui Director/External Affairs, Tri Wahono Brotosanjoyo, mengungkapkan solusi dalam penyediaan sumber lithium.
“Indonesia tidak memiliki sumber alam mineral lithium, untuk mengatasi hal tersebut, perlu ada proses recovery lithium dari recycle baterai bekas. Dengan inovasi tersebut nantinya Indonesia dapat memiliki cadangan lithium meski tidak terdapat tambang lithium dari alam. Upaya ini juga merupakan salah bentuk circular economy di bidang energi, khususnya pada kendaraan bermotor listrik,” ungkapnya.
Advertisement
Pengelolaan Limbah Baterai
Saat ini sudah terdapat perusahaan recycle baterai yaitu PT Indonesia Puqing Recycling Technology. Melalui General Manager, Li Liang, menyampaikan PT Indonesia Puqing Recycling Technology telah memiliki teknologi recycle baterai kendaraan listrik. Perusahaan ini telah mendirikan pabrik di Morowali, Sulawesi Tengah, dan siap menerapkan teknologi yang dimiliki untuk memproduksi baterai melalui proses recycle dari baterai bekas.
Meskipun saat ini untuk menjalankan produksi masih terkendala dengan perijinan, mengingat baterai bekas tergolong ke dalam limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
“Recycling limbah baterai kendaraan motor listrik memberikan kontribusi terhadap suatu Negara, khususnya dalam meningkatkan pendapatan ekonomi, penerapan stardar pengolahan, pengembangan teknologi dalam bidang recycle, serta meningkatkan ketersediaan bahan baku bagi industri baterai kendaraan motor listrik," kata dia.
"Industri recycle baterai saat ini harus mengimpor bahan bakunya, karena baterai lithium bekas di dalam negeri tidak mencukupi. Untuk itu kami memerlukan izin impor karena baterai bekas tergolong jenis limbah B3,” lanjut Li Liang.
Terkait dengan permasalahan limbah B3 pada industri, Kepala BBTPPI, Ali Murtopo Simbolon, menyatakan kesiapannya untuk mendukung pengelolaan limbah baterai dalam rangka menyongsong era kendaraan listrik.
“BBTPPI memiliki kompetensi dalam teknologi pencegahan pencemaran industri. Melalui webinar ini kita dapat memetakan tata kelola baterai bekas di Indonesia dalam menciptakan ekosistem industri kendaraan bermotor listrik dengan memperhitungkan nilai keekonomian," jelasnya.
"Disamping itu, Kita bisa melihat best practise internasional dalam pengelolaan baterai bekas ini untuk selanjutnya kita bisa pertimbangkan diterapkan di Indonesia. Selanjutnya kita bisa menyusun kajian akademik sebagai masukan untuk regulasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan baterai bekas tersebut. Untuk itu diperlukan kolaborasi dengan para stakeholder industri” pungkasnya.
Apabila permasalahan daur ulang litium ini terselesaikan, maka daur ulang baterai bekas dari penggunaan kendaraan bermotor listrik secara massal di tahun- tahun mendatang dapat teratasi.